Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Transformative Human Development Coach | Penulis 4 Buku

Agung MSG – 🌱 Transformative Human Development Coach ✨ Mendampingi profesional bertumbuh lewat self-leadership, komunikasi, dan menulis untuk reputasi. 📚 Penulis 4 buku dan 1.400+ artikel inspiratif di Kompasiana. 💡 Penggagas HAI Edumain – filosofi belajar dan berkarya dengan hati, akal, dan ilmu. 📧 agungmsg@gmail.com | 🔗 bit.ly/blogagungmsg | 📱 @agungmsg 🔖 #TransformativeCoach #LeadershipWriting #GrowWithAgung “Menulis bukan sekadar merangkai kata, tapi merawat jiwa dan meninggalkan jejak makna.”

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

AI, Workslop, dan Masa Depan Kerja: Riset Harvard Ingatkan, Saatnya HR & Pemimpin Bertransformasi

28 September 2025   08:31 Diperbarui: 29 September 2025   11:07 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi digital tentang fenomena workslop akibat banjir konten AI di dunia kerja modern.|AFM

"Di era banjir informasi, kepemimpinan sejati terletak pada keberanian memilih yang bernilai dan berani menyaring yang sia-sia."

Saya pernah masuk ke sebuah ruangan bagian keuangan di sebuah kota besar di Sumatera. Waw ! Di meja dan di ruangan kantor itu begitu penuh dengan memo. Dari luar, kertas-kertas itu tampak rapi, bahkan meyakinkan. Tapi ketika dibuka, isinya dangkal, membingungkan. Alhasil, saya jadi lelah, karena cukup memakan waktu yang lama hanya untuk memilah mana yang berguna.

Itulah realitas baru yang disebut workslop, banjir konten "sampah kerja" hasil AI generatif.

Alih-alih mempermudah, justru menambah beban. Alih-alih mempercepat, malah memperlambat. Dan inilah peringatan keras yang sudah disampaikan dari riset Harvard Business Review (HBR), Stanford, dan BetterUp Labs.

Dari Janji Efisiensi ke Biaya Kebisingan

AI generatif, seperti ChatGPT, Gemini, dan konco-konconya, muncul dengan janji besar dan wah. Sekali perintah, ribuan kata lahir. Sekali klik, ide visual tercipta. Namun, penelitian terbaru mengungkap, janji efisiensi itu bisa berubah jadi jebakan.

HBR menyebut fenomena ini sebagai workslop: ledakan laporan, memo, atau presentasi yang tampak formal, tetapi kosong makna. Konten yang seolah "jadi" dalam hitungan detik, tetapi membuat pembaca mengernyit, "Maksudnya apa?"

Data Stanford-BetterUp menunjukkan, 40 persen pekerja profesional di AS menerima konten workslop setidaknya sekali sebulan.
Setiap dokumen dangkal itu menghabiskan 1-2 jam untuk diperiksa ulang. Jika dikalkulasikan, perusahaan dengan 10.000 karyawan bisa kehilangan lebih dari 9 juta dolar AS per tahun hanya untuk "membersihkan sampah digital" ini.

Dampak Nyata: Produktivitas Turun, Kepercayaan Runtuh

Workslop bukan sekadar gangguan teknis. Ia merusak ekosistem kerja:
* Produktivitas jeblok. Waktu habis memilah, bukan mencipta nilai. Mumet, dengan file dan dokumen yang seabreg-abreg.
* Keputusan melemah. Materi rapat panjang, tapi miskin wawasan. Lucunya, rapat atau meeting ini dianggap kerja lagi. Padahal,kerja itu ada di tataran eksekusi.
* Psikologis terguncang. Karyawan frustrasi karena dibanjiri informasi tak relevan. Tak jarang, seorang ibu rumah tangga yang tak jarang membawa pekerjaanya ke rumah. Padahal, di sisi lain ia pun harus mengurus anak, suami, rumah, dan dirinya sendiri.
* Kolaborasi rapuh. Rekan kerja yang sering mengirim workslop dicap "tidak kreatif" dan "tidak bisa diandalkan".

Satu responden bahkan mengibaratkan membaca laporan AI seperti "membaca makalah mahasiswa tingkat awal setiap hari: panjang, tapi tipis."

Kepercayaan tim akhinya bisa goyah dan runtuh, persis seperti presentasi PowerPoint penuh jargon, tapi nihil substansi.

Dua Tipe Pengguna: Penumpang vs Pilot

Harvard dan BetterUp Labs mengklasifikasikan pengguna AI ke dalam dua tipe:
* Penumpang. Mereka menyerahkan sepenuhnya pada mesin. Hasilnya cepat, tapi miskin konteks. Beban justru dilempar ke rekan kerja.
* Pilot. Mereka aktif mengendalikan. Memberi prompt yang jelas, menyaring hasil, lalu memilih yang bernilai. AI diposisikan sebagai asisten, bukan "bos yang membanjiri".

Perbedaan ini krusial. Karena workslop lahir bukan dari teknologi itu sendiri, melainkan dari cara manusia memakainya.

Saatnya HR & Pemimpin Bertransformasi

Fenomena workslop adalah cermin bahwa organisasi modern butuh literasi baru: literasi AI.

HR dan pemimpin tidak bisa hanya fokus pada kecepatan adopsi teknologi, melainkan juga pada kualitas penggunaannya. Ada beberapa langkah strategis yang mulai disorot pakar:
1. Kurasi internal. Setiap dokumen AI harus diverifikasi sebelum dipakai untuk keputusan strategis.
2. Standar kualitas. Tentukan indikator "konten layak pakai" agar tidak semua output AI lolos meja rapat.
3. Pendidikan digital. Latih karyawan menjadi "pilot" AI, bukan sekadar penumpang.
4. Budaya tanggung jawab. Tekankan bahwa AI adalah alat bantu, bukan tameng untuk menghindari berpikir.

Karena pada akhirnya, produktivitas bukan soal "berapa banyak" konten yang dihasilkan, melainkan seberapa bernilai konten itu bagi organisasi.

Refleksi: Jangan Tukar Efisiensi dengan Kebisingan

Kita sedang berada di persimpangan. AI generatif membuka peluang besar, tapi juga menebar jebakan halus.
Pertanyaannya: apakah organisasi kita memilih jalan cepat dengan risiko workslop, atau jalan bijak dengan fokus pada kualitas?

Seperti pesan riset Harvard, volume bukanlah kualitas.
Dan di titik inilah, HR serta para pemimpin diuji: berani berubah, atau tenggelam dalam lautan konten yang tampak canggih, tetapi sejatinya hampa.

Bagaimana menurut Sahabat Pembaca?
Apakah di kantor Anda sudah muncul tanda-tanda workslop? Atau justru AI sudah dipakai secara bijak sebagai "co-pilot"? Mari berbagi refleksi, sebelum terlambat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun