"Premanisme bukan sekadar kejahatan jalanan, tapi juga ancaman di balik jas rapi yang merongrong masa depan bangsa"
Pembangunan nasional, idealnya berada dalam dinamika yang semakin cepat dan kompetitif. Namun sayang, nyaris dalam satu dekade ini ada satu ancaman laten yang seringkali terabaikan, tetapi dampaknya sangat nyata: praktik premanisme. Jelas, ini bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi praktik ini juga menjadi penghambat serius pembangunan. Khususnya bagi keadilan sosial, iklim investasi, serta stabilitas tatanan hukum di Indonesia.
Sebagai seorang pemerhati praktik Risk Management, saya tak merasa heran saat baru-baru ini masyarakat digemparkan oleh pemberitaan tentang "premanisme proyek". Meskipun demikian, saya sangat mengapresiasi Polda Banten yang mentersangkakan dugaan pemerasan proyek senilai Rp 5 triliun dari pembangunan pabrik PT Chandra Asri Alkali (CAA) di Cilegon, Banten. Tiga tokoh organisasi profesi - Ketua Kadin, Wakil Ketua Bidang Industri Kadin, dan Ketua HNSI - ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan oleh Polda Banten ini terjadi setelah video aksi mereka viral di media sosial.
Ya, sekali lagi, langkah hukum Polri ini patut mendapat apresiasi tinggi. Meskipun penindakan memang idealnya tidak bergantung pada viralitas atau perintah langsung dari Presiden, langkah tersebut tetap mencerminkan komitmen kuat aparat untuk menjaga kepercayaan publik. Juga untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Premanisme Berdasi: Wajah Baru Kejahatan Sistematis
Sungguh, banyak kalangan kini semakin mengkhawatirkan aksi premanisme dimana-mana. Premanisme "kekinian" tak lagi hanya berwujud pada pelaku jalanan dengan jas hujan loreng dan gertakan keras. Kini, premanisme berdasi telah menyusup dalam ruang-ruang rapat, organisasi profesi, hingga institusi kemasyarakatan. Mereka menggunakan beragam kedok. Mulai dari "negosiasi", "pembinaan", hingga "kebutuhan daerah", padahal tujuan utamanya adalah pemerasan dan monopoli keuntungan.
Dalam kasus Cilegon, misalnya, para tersangka diduga bekerja sama dengan sejumlah ormas untuk melakukan tekanan massa guna mendapatkan proyek secara sepihak. Meski aksi massa batal karena ada audiensi dengan manajemen CAA, rencana intimidasi dan manipulasi itu sudah cukup membahayakan.
Ini bukan sekadar soal uang, melainkan soal integritas sistem. Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka ratusan bahkan ribuan proyek strategis bisa terancam. Lebih buruk lagi, iklim investasi akan terus dibayangi ketidakpastian dan biaya siluman yang akhirnya ditanggung oleh masyarakat luas.
Ekonomi Biaya Tinggi: Dampak Tak Terlihat dari Praktik Premanisme
Salah satu efek paling nyata dari premanisme adalah ekonomi biaya tinggi. Para pelaku usaha, baik besar maupun kecil, seringkali dipaksa untuk "membayar" berbagai pihak agar bisa beroperasi. Mulai dari biaya parkir liar, uang keamanan, hingga pembagian proyek tanpa prosedur lelang yang transparan.
Akibatnya? Uang itu tidak lenyap begitu saja. Ia akan dibebankan kembali kepada konsumen dalam bentuk harga barang atau jasa yang lebih tinggi. Ini adalah bentuk ketidakadilan struktural yang terjadi tanpa disadari oleh masyarakat awam.
Lebih tragis lagi, praktik ini menciptakan situasi tidak adil bagi pelaku usaha yang jujur. Mereka yang ingin berkarya tanpa korupsi, tanpa sogok, tanpa tekanan, malah tersingkir karena tidak memiliki jaringan atau "proteksi" dari kelompok preman berkedok organisasi.