Mohon tunggu...
Agung Kresna Bayu
Agung Kresna Bayu Mohon Tunggu... Alumni Fisipol UGM

Mengolah keseimbangan intelektual antara logika dan spiritual

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mertua dan Menantu, Dilema dalam Darah yang Berbeda Terikat dalam Pernikahan

3 Juni 2020   03:22 Diperbarui: 3 Juni 2020   05:08 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi hubungan antara menantu dan mertua. (sumber: pixabay)

Setiap dari kita pasti menginginkan hubungan yang---bahagia, harmonis, damai---dalam hidup yang hanya sekali saja. Setiap dari kita, pasti berkeinginan untuk bekerja secara layak, memiliki kecukupan finansial, menikah dengan pilihan hati, dan meninggal secara tenang. Namun, apakah hal tersebut pasti terjadi dalam hidup?

Mungkin, hanya satu hal yang akan terjadi dan itu pasti, yakni meninggal dunia, meskipun tenang atau tidaknya belum bisa diprediksi. Tetapi, untuk urusan menikah dengan pilihan hati, memiliki kecukupan finansial, dan bekerja secara layak, semua masih bersifat abu-abu dan tidak pasti, terlebih saat pademi seperti ini, asal bisa makan saja sudah cukup untuk bertahan hidup. 

Begitu pun dengan hubungan---bahagia, harmonis, damai---yang terkadang bertepuk sebelah tangan. Artinya, hidup ini tentang ketidakpastiaan, termasuk hubungan antara mertua dan menantu?

Siapa yang dapat menjamin hubungan keduanya berjalan harmonis, bahagia, dan damai?, atau sebaliknya, siapa yang dapat memprediksi hubungan diantara keduanya selalu diwarnai perang dingin tanpa akhir?

Sebelum membahas hubungan antara mertua dan menantu. Sebaiknya, kita mengerti terlebih dahulu apa yang disebut dengan mertua dan menantu, serta bagaimana awal hubungan mereka terbentuk?

Mertua adalah sebutan dalam hubungan/sistem kekerabatan yang merujuk pada orang tua suami atau istri. Sedangkan, menantu adalah sebutan dalam hubungan/sistem kekerabatan yang merujuk pada istri atau suami dari anak. 

Hubungan diantara keduanya terbentuk karena proses pernikahan, artinya awal dari adanya sebutan mertua dan menantu adalah saat terjadinya pernikahan. Sebelum janur kuning melengkung, semua masih dianggap calon mertua dan menantu.

Dalam beberapa literatur, disebutkan bahwa lawan kata dari mertua adalah menantu dan sebaliknya lawan kata menantu adalah mertua. Sejak dari kata saja sudah berlawanan, bagaimana dengan realitanya? 

Ya, realita hubungan diantara keduanya memang seringkali berlawanan. Sering kita dengar, saksikan dan mungkin rasakan, terjadinya perang dingin diantara keduanya, apalagi saat masih tinggal bersama di Pondok Indah Mertua. 

Ilustrasi: SoundCloud
Ilustrasi: SoundCloud

Terkadang, saling balas komentar satu sama lain diantara mereka lebih seru ketimbang debat calon presiden, sebab isu yang dibahas sangat kompleks dan membutuhkan ketenangan, kedewasaan, dan keluasaan pengetahuan dalam mengambil keputusan.

Membaca konflik diantara mereka memiliki tantangan tersendiri yang berbeda dengan konflik-konflik lainnya, meskipun kita sudah menggunakan berbagai analisis pemikiran tokoh-tokoh rekonsiliasi konflik seperti Paul Wehr dan Galtung, rasanya sulit untuk mendapatkan jawaban pasti rekonsiliasi diantara keduanya. 

Selain itu, konflik diantara mereka terkadang dianggap lumrah dan tidak banyak mendapatkan perhatihan. Padahal, ini adalah realita kesehariaan dan bahkan kita pun mungkin pernah meyaksikan, mendengarkan, atau mengalami hal itu.

Saat mundur lagi sebelum terjadinya pernikahan, maka sering kita jumpai nasihat-nasihat calon mertua yang mengingkan kriteria menantu idamannya, seperti cari yang kaya ya, cari yang tampan/cantik ya, atau cari yang bisa ngerti orang tua ya. 

Nah, poin ini mengantarkan kita pada adanya rasa keinginan orang tua akan kestabilan dan keamanan anaknya kelak pasca menikah. Setiap orang tua pasti mengingkan kehidupan yang lebih baik untuk anaknya, oleh karenanya tidak heran saat mereka memberikan banyak kriteria bagi si calon menantu.

Ada satu ungkapan menarik bahwa "suami itu orang lain, sedangkan anak itu yang bukan orang lain karena memiliki hubungan darah dengan ibu". 

Dari ungkapan ini, kita dapat mengerti bahwa sejatihnya hubungan antara suami-istri ditentukan oleh pernikahan. Sedangkan, pernikahan sendiri erat kaitannya dengan berbagai kepentingan yang disembuyikan. 

Meskipun, sebagian orang mengangap nikah adalah wujud kemurniaan cinta diantara dua pasangan, tetapi harap diingat, bahwa dua orang yang menikah adalah bagian dari dua keluarga yang berbeda, kelompok yang berbeda, dll. 

Artinya, pernikahan adalah bentuk upaya menyatukan perbedaan, oleh karenanya simpan dulu keinginan untuk hidup damai dan harmonis setelah nikah, karena saat menginginkan hal itu, kita harus siap dengan pertentangan dan konflik yang selaras dengannya.

Sebagian orang menilai, perbedaan antara mertua dan menantu terletak pada kesenjangan generasi. Dari sini dapat kita lihat, bahwa setiap orang dibentuk cara pandang dan pemikirannya melalui berbagai institusi yang melingkupinya seperti pendidikan, agama, keluarga, dsb yang mewakili generasinya.

Sehingga, terjadinya konflik antara mertua dan menantu disebabkan adanya perbedaan bayangan yang diinginkan oleh masing-masing pihak. Namun, konflik diantara keduanya tidak sesimpel itu dijelaskan, karena banyak hal yang mendasari terjadinya hal ini.

Sebagian orang lainnya menganggap ini sebagai hal yang biasa dan lumrah, justru ini yang lebih berbahaya karena menyimpan prahara berdalih budaya. Sebagian lagi menganggap hal ini sebagai bentuk kecemburuan orang tua terhadap menantu yang mengambil anaknya. Banyak sekali anggapan dan pandangan untuk melihat hal ini, tergantung dari mana kita melihatnya. 

Namanya juga perang dingin, mungkin ada kaitannya dengan perbedaan ideologi diantara keduanya? Karena idelogi itu bukan sesuatu yang besar melainkan mewujud dalam cara kita berpikir, berperilaku, dan berhasa dalam kesehariaan.

Coba kita cermati kembali, konflik antara mertua dan menantu pasti berhubungan dengan perbedaan cara berpikir, berperilaku, dan berbahasa kesehariaan. Ingat bahwa bahasa itu bukan hanya soal kata dan kalimat tetapi menyangkut berbagai hal yang menjadi media kita berhubungan dengan orang lain. 

Konflik mertua dan menantu ini berwujud kompleks mulai dari hal-hal sepele, seperti cara berkata, sapaan, dan pelayanan sampai hal-hal yang menyangkut kelas dan identitas sosial, seperti kekayaan materi, pencapaian hidupnya, dll.
 
Sejatinya, fenomena ini banyak menginspirasi berbagai pihak untuk memproduksi film atau meme di media sosial. Bahkan, saat momen penerimaan mahasiswa/mahasiswi baru pun, tidak jarang yang menuliskan "calon mantu idaman", apalagi kalau kuliahnya di perguruhan tinggi ternama. 

Semacam sudah menyusun siasat dan strategi untuk berperang dengan calon mertuanya. Mungkin calon mertua bangga melihat menantunya lulusan dari PTN ternama, tetapi apakah itu sudah cukup untuk menyemai damai sepanjang berhubungan? 

Kita tidak ada yang tahu, karena hubungan diantara keduanya seringkali mengalami perubahan yang sangat cepat. Artinya, hubungan itu bersifat dinamis dan kita harus siap dengan segala risikonya. 

Jangan membayangkan hubungan tersebut akan stabil dan konsisten, karena selain kematian terdapat satu hal lagi yang pasti dalam hidup yaitu perubahan.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun