Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Kompasianer

Kompasianer of The Year 2019 | Part of Commate KCI '22 - Now | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Utang yang Teringkari Menjadi Jejak Buruk Tak Lekang Waktu

26 September 2025   16:22 Diperbarui: 27 September 2025   16:51 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
bersama teman lawas-(Dokumentasi Pribadi)

Algoritma medsos, kadang membuat saya terkaget-kaget. Saya pernah follow, akun teman baik saat awal merantau di Jakarta. Kami pernah satu kantor dan ngekost di tempat yang sama, sampai beliau resign balik kampung halaman.

Tidak lama setelah follow, akun kawan-kawan di kantor yang sama bermunculan. Pada teman-teman yang dulu terhubung, satu per satu nongol di beranda medsos. Menjadi akun direkomendasikan medsos, untuk saya ikuti.

Alhasil saya ketemu lagi, teman yang pernah ngeselin ngerebut prospekan iklan. Ada akun atasan, kerap membela saya kalau dinakali marketing lain. Ada juga akun perempuan pernah saya taksir, sekaligus rival saat menaksir orang yang sama.

Dan tak kelewatan ikut juga nimbrung, akun orang yang pernah pinjam uang. Dua puluh tahun lebih berlalu, uang dipinjam tak kunjung dibayarkan. Saya benar-benar kehilangan kontak, kehilangan cara menghubungi.

Nama akun digunakan berbau agamis, mengikuti nama asli yang saya kenal dari lama. Saya tetap bisa mengenali, dari foto dipasang di profil. Dan jujurly saya baru merasakan, betapa rasa Ikhlas itu timbul tenggelam.

Ketika bertahun-tahun tidak berkomunikasi, saya telah belajar merelakan uang itu. Istilah kata, dibalikin syukur tidak dibalikin ya sudahlah. Apalagi ketika sedang banyak tabungan, keinginan menagih diurungkan.

Tetapi ketika pengutang muncul, bersamaan keuangan sedang kurang baik. Rasa kesal kembali mencuat, ingat uang yang belum dikembalikan. Saya tergelitik untuk kepo, stalking dan menelisik medsos pengutang.

Sebagus apapun postingannya, tidak mempengaruhi reputasi telah terbentuk. Meski postingannya bernuansa dakwah, bertabur quote pengingat kebaikan dan dipanggil akhi atau abi atau abu. Jejak keburukan pernah ditorehkan, tidak luntur seketika.

Melalui DM saya mengingatkan utang, sampai hari ini belum dibalas. Padahal pengutang terlihat akfif, pernah like konten video saya. Saya semakin tidak bersimpati, semakin tidak hormat kawan lama ini.

Sebagaimana pelaku kebaikan, yang akan diingat sepanjang masa oleh penerimanya. Pun utang yang teringkari, menjadi jejak buruk tak lekang waktu.

---- --- ---

bersama teman lawas-(Dokumentasi Pribadi)
bersama teman lawas-(Dokumentasi Pribadi)

Sebenarnya utang piutang, sama sekali tidak dilarang. Banyak kebaikan dari utang piutang, sebagai bentuk tolong menolong. Tetapi utang piutang bisa menjadi bala, saat pelakunya -- terutama pengutang-- tidak amanah.

Pengingkaran terhadap utang, membuat kebaikan itu terciderai. Terutama pihak pemberi utang, yang telah memberi kepercayaan. Sekali pengingkaran itu terjadi, maka jejak keburukan tak terhapus sepanjang waktu.

Saya juga pernah utang, saat keadaan sangat terdesak dikejar tenggat waktu. Ketika uang sekolah anak musti dibayarkan, sementara keuangan sedang memprihatinkan. Balajar dari rasa sakit oleh pengingkaran utang, kami tidak ingin melakukan hal yang sama.

Kepercayaan yang diberikan, kami jaga sungguh- sungguh pada yang telah berbaik hati. Karena kita hidup tidak hari ini saja, masih ada hari esok dan lusa. Sangat mungkin, akan dipertemukan dengan orang yang telah membantu diri ini.

Untuk meringankan beban utang, kami membayarnya dengan bertahap. Kalau di waktu ditentukan belum tersedia uang, kami minta kelonggaran waktu. Dengan tetap menjalin komunikasi, setidaknya pemilik uang tetap tenang.

Lagi- lagi kami sudah merasakan sakitnya, pengutang hilang tak terdeteksi kabar keberadaan. Kemudian setelah dilupakan, berpuluh tahun berikut muncul dengan sendirinya. Maka kami tak ingin, rasa sakit dirasakan pemberi utang ke kami.

Saya sangat yakin, semesta dengan caranya sendiri. Memberi kesempatan pada setiap orang, merampungkan tugas dan kewajibannya. Sebelum habis masanya, sebelum selesai di alam fana.

Utang yang Teringkari Menjadi Jejak Buruk Tak Lekang Waktu

illustrasi- (Dokumentasi Pribadi)
illustrasi- (Dokumentasi Pribadi)

Ada satu riwayat di masa Kanjeng Nabi SAW, bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Tentang bahayanya mengingkari utang, dan dampaknya saat pengutang tidak ada umur.

Pada masa itu ada sahabat meninggal, kemudian Rasulullah SAW bertanya pada sahabat yang hadir. Apakah jenasah punya utang, terdengar jawaban bahwa jenasah punya utang belum dibayarkan.

Maka Rasulullah SAW tidak bersedia menyolatkan, sampai salah satu yang hadir bersedia melunasi. Kisah ini menunjukkan pentingnya bertanggung jawab, memenuhi hak-hak sesama manusia, khususnya dalam hal utang.

Rasulullah saw tidak kenal kompromi, tidak menyalatinya hingga ada yang menanggung. Karena jiwa setiap orang mukmin, digantungkan pada utangnya. Jika utangnya lunas, maka dipermudah hisabnya.

---- ---- ---

Mengingkari utang, sama dengan merusak harga diri sendiri. Seumur hidup tak dipercayai orang, namanya masuk daftar hitam. Padahal kita hidup di dunia hanya sebentar, ketemunya berputar pada orang yang sama.

Seperti kejadian saya alami, bertemu teman lawas pada saat tak disangka. Kejadian yang tidak satu dua kali saya alami, apalagi sekarang era medsos. Persuaan via online, sangat mungkin terjadi. Bahkan teman semasa SD, SMP, saya bisa temui di medsos.

Kompasianer, utang tidak dilarang. Karena dalam utang piutang, mengandung kebaikan yaitu tolong menolong. Maka jangan rusak kebaikan itu, dengan pengingkaran pembayaran. Karena utang yang teringkari menjadi jejak buruk tak lekang waktu.

Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun