Duabelas bulan berlalu, saya dihadapkan kenyataan sangat memilukan. Roda dua yang diusahakan susah payah, raib dari tempat parkir. Malam selesai siaran shift malam, menjadi detik-detik sangat berat dialami.
Saat itu tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter. Angka kejahatan meningkat, pencurian terjadi di banyak tempat. Saya kehilangan motor, badan ini lemas seolah tak bertulang. Saya menangis dalam diam, merasakan kesedihan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Hikmah besar saya dapati, bahwa apa yang diusahakan sungguh-sungguh akan dijaga sepenuh hati. Kemudian sangat relate, ketika saya berproses saat menemukan belahan hati.Â
Perempuan yang saya perjuangkan, akan disayangi sebisanya semampunya. Istri yang dulu lama datangnya, tak dibiarkan merana pun disakiti.
---- ---- --
Sudah kodrat manusia, terhadap yang didapatkan dengan susah payah sepenuh perjuangan. Maka akan dijaga dirawat dengan jiwa raga, tak dibiarkan merana.
Pada belahan jiwa, yang untuk kehadirannya ditunggu dengan penantian tak bertepi. Â Yang untuk menemuinya, tak terhitung kerapnya pengharapan dilangitkan.
Bahkan telinga ini sampai kebal, oleh cibiran, nyinyiran atau sindiran. Demi menghindari manusia toxic, saya rela tidak mudik saat lebaran.
Maka ketika jodoh itu sudah datang, sekuat tenaga saya jaga dan pertahankan.  Istri -- dan anak-anak tentunya--  selalu menjadi prioritas, bahkan diri sendiri rela mengalah. Suami istri  semestinya ibarat cerminan, saling menguatkan saling meneguhkan.
Duapuluh tahun bersama dalam suka dan duka, kami ditempa dengan banyak onak dan duri. Saat anak-anak beranjak dewasa, kami sadar suatu saat akan kembali berdua. Maka biarlah waktu yang menjawab, kami ingin saling menjaga sepanjang sisa usia.