Dampak pandemi, sungguh terasa dari semua sektor. Apalagi bagi kita orang kecil, dari sisi ekonomi cukup berat.Â
Berpengaruh dalam hal pencarian nafkah, yang semakin terseok.
Sebagai orang yang terbiasa di lapangan, banyak undangan kegiatan offline yang terkendala. Alhasil beberapa pekerjaan hampir jalan, terpaksa dibatalkan sepihak.
Saya sangat memaklumi, meski sedih dan sangat disayangkan, karena berpengaruh pada turunnya pendapatan.
Sementara roda kehidupan musti berjalan terus, sedang jatuh atau bangkit, sedang nestapa atau sukacita, tak boleh pergerakannya terhenti.
Kompasianer yang sudah menjadi ayah, belakangan mungkin kerap galau ketika mendekati pergantian bulan.
Pasalnya sejumlah kewajiban telah menunggu, untuk ditunaikan satu persatu.Â
Misalnya jatah belanja bulanan istri, membayar uang sekolah anak, membayar ini dan itu.
Saya pikir sangat wajar perasaan galau menyergap (namanya manusia yak), mengingat pendapatan belum se-stabil sebelum pandemi.
Tetapi bukankah sejatinya kita (telah) dimampukan dan dicukupkan, memenuhi kebutuhan keseharian meski tidak berlebih apalagi sampai berfoya.
Kekurangan atau tepatnya perasaan kurang terjadi, mungkin karena kita belum maksimal mengelola kebutuhan agar sesuai kemampuan.