Saya benar takjub, dengan orang yang rela bela-belain sesuatu demi hobi. Misalnya yang gemar bersepeda, rela membeli roda dua ini meski harganya selangit. Saya pernah dibuat melongo, ketika datang ke sebuah pameran di JCC Senayan Jakarta.
Waktu mampir di salah satu booth, melihat sepeda yang dipajang di lokasi cukup strategis dan mencolok. Setelah mengecek bandrol, ternyata harganya lebih mahal dibanding City Car kelas menengah yang dipakai orang kebanyakan.
"Ya Alloh, tuh sepeda emang ada yang beli?" ceteluk seorang teman.
"Ada lah, buktinya diproduksi dan dijual, dan yang pasti bukan lo yang beli,"sahut teman lain jahil dan usil.
Ada juga seorang kenalan, sudah bapak-bapak dan usianya beberapa tahun di atas saya. Bapak ini ngefans berat, dengan salah satu karakter Super Hero -- entah apa alasannya. Setiap kali liburan (biasanya ke luar negeri), selalu membeli barang yang berkaitan dengan tokoh kesukaan.
Benda kesayangan ini, sampai dibuatkan kamar khusus di salah satu ruangan di rumahnya yang megah. Harga bukan masalah baginya, usahanya di bidang advertising cukup maju. Partner-nya dari perusahaan besar dan ternama, beberapa dari instansi pemerintah.
Namanya juga hobi, kemudian duit untuk membeli juga tersedia. Jadi ya gimana lagi, ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba. Orang yang tidak masalah dengan uang, tidak perlu lagi berpikir ribuan kali untuk membeli barang disukai.
Berbeda dengan orang kebanyakan (termasuk saya), mau membeli buku saja musti menimbang-nimbang panjang---hehehe. Ujungnya kalau bisa pinjam di perpustakaan, niat membeli diurungkan dulu-- hadeuh.
Usut punya usut, harga kendaraan setara dengan satu program di daerahnya. Duit orang banyak, kemudian dipakai memuaskan nafsu. Yang kena sial si pejabat itu sendiri, akhirnya ketangkap KPK deh.
Menyiasati Hobi agar Tidak Menguras Kantong
Menyoal hobi dan passion, beberapa waktu lalu saya hadir di acara Kompasiana Nangkring bareng FWD Life. Acara favorit Kompasianer's, sebagai ajang menimba ilmu sekaligus kopdaran.