"Lu perhatiin deh, itu cewek pas diem keliatan cantik, tapi kalau sudah ngomong ilang dah semua cantiknya" ujar satu sahabat, sambil melirik ke perempuan yang sudah kami kenal
Belum genap setahun merantau di Jakarta, saya sudah dua kali pindah kost, rumah kost kedua di daerah Jakarta Selatan, berdekatan dengan beberapa teman kantor beda divisi.
Saya bujangan yang sudah saatnya menikah, kala itu sedang giat-giatnya mencari dan menemukan tulang rusuk yang belum juga tiba.
Selain tak ingin mendengar pertanyaan ibu di kampung,"Kapan calonmu dikenalin ibu,", saya memang merasa harus segera menikah. Pada usia jelang tigapuluh, saya merasa target menikah pernah dicanangkan gagal total alias sudah kelewatan.
Segala ikhtiar saya kerahkan, selain bermunajat dalam sujud, juga tak putus mencari kenalan dan mengadakan pendekatan.
Kepada teman karib satu kost sudah menikah (LDR dengan istri yang di kampung halaman), saya kerap meminta pertimbangan terkait perempuan sedang saya incar.
Sebagai orang berpengalaman, teman ini tak segan memberi nasehat dan masukan, terutama tentang tipe perempuan yang (biasanya) cocok diajak berumah tangga.
"Emang kenapa, cantiknya kok bisa ilang?" tanya saya penasaran
"Ngeyelnya itu bikin kesel" ucap sahabat ini " Gue gak betah ngobrol lama sama dia, bawaannya kesel"
Kami sekantor satu angkatan (baik cowok/ cewek), rentang usianya tidak terlalu jauh berbeda (antara 26 -- 29 tahun) dan sudah waktunya menikah.
Maka ketika awal masuk dan punya teman baru, kesempatan saya untuk menjajaki beberapa teman perempuan yang belum menikah.