Sampai umur berapapun, anak-anak tetaplah dianggap anak-anak oleh orang tuanya, naluri melindungi tidak bisa dihilangkan begitu saja. Pun setelah si anak dewasa, menikah dan punya anak, ayah dan ibu tidak serta merta bisa merubah sikap dan kebiasaan terhadap anaknya.
Padahal seiring bertambah usia, (sadar atau tidak sadar) orang tua juga berubah, terutama secara fisik tidak seperkasa dulu. Pada usia senjanya, sudah seharusnya mereka hidup tentram, tidak lagi direpotkan urusan anak-anaknya.
Hal ini perlu disadari oleh kita anak-anaknya, bahwa setelah kita dewasa (otomatis) dituntut  pintar menempatkan diri dan tidak menyusahkan orang tua. Anak yang sudah baliqh (apalagi sudah berkeluarga pula), seharusnya (bahan wajib) mandiri berdiri di atas kaki sendiri.
Anak yang sudah dewasa dan orang tua masih sehat, Â sebenarnya bisa menjadi kesempatan berbakti dan merawat ayah dan ibu. Sudah cukup dong, orang tua bersusah payah mendidik, membesarkan dan mengantar anak-anak ke jenjang yang lebih baik.
Kita sudah disekolahkan sampai tinggi, kerja di kantor bergengsi dengan gaji lumayan besar, masak nggak malu masih merepoti ayah ibu. Kalaupun (misalnya) belum diberi kemampuan merawat, setidaknya jangan menambah beban pikiran orang tua.
-oo0oo-
Dulu pada awal merantau, saya kerap berinteraksi dengan saudara (sudah menikah) terpaut usia sekira  8 tahun di atas saya. Kala itu, anak-anaknya (berarti keponakan saya) masih kecil, mengurus tiga anak dengan jarak dua - tiga tahun, terbayang bagaimana repotnya.
Satu nasehat terngiang saya jadikan pegangan kala itu, bahkan sampai sekarang setelah saya menikah dan beranak pinak. Nasehat ini seperti mengandung tuah, Â apalagi waktu itu saya sedang pontang panting mencari pekerjaan dengan bekal ijasah SMA.
"Tidak semua hal harus diceritakan, kabarkan yang seneng pada orang tua, sementara cerita sedih itu disimpan sendiri saja" begitu nasehatnya.