Mohon tunggu...
Aveline Agrippina
Aveline Agrippina Mohon Tunggu... -

Aveline Agrippina atau pemilik nama alias Agripzzz ini lahir di tengah hiruk pikuk kota Jakarta menjelang akhir bulan April. Masih menetap sebagai seorang siswa dan blogger muda yang aktif di beberapa jejaring sosial dan sibuk meracik tulisannya dalam bentuk esai, puisi, sajak, ataupun cerpen. Aktif sebagai blogger sejak 2005 setelah tersesat di sebuah jaringan maya yang bernama Friendster. Lalu menyebarkan dirinya melalui berbagai macam situs. Senang melancong dan berkelana ke manapun dia akan menjejakkan kakinya di kota manapun, laut yang akan dia sebrangi, ataupun gunung apapun yang akan dia daki. Masih berpikir ke mana akan dia bawa naskah-naskah kumpulan puisinya yang telah menumpuk di atas mejanya. Sesekali memberanikan diri mengirimkan naskahnya dengan modal nekad karena tanpa pengalamannya. Tukang begadang di tengah malam sambil mendengarkan lagu instrumental ataupun jazz. Menurutnya, jazz adalah sebuah kebangkitan dari hidup. Bukan pop, rock, ataupun heavy metal. Masih juga tergila-gila dengan buku yang beraroma sastra, bermain sebagai orang di belakang lensa, pengedit naskah, dan sebagai pelancong ke negeri antaberanta. Berobsesi ke Papua, mendaki Cartenz Pyramid. Dan, kalau Tuhan mengizinkan, dia ingin mati setelah mengibarkan bendera Indonesia untuk kesekian kalinya di sana. Katanya bahwa Papua adalah seperti dirinya, ada namun selalu tak pernah diperhatikan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rintih

21 Desember 2009   01:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:51 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mungkin aku akan pulang nanti
Ketika senja tak lagi menampak wajah
Atau kereta sempat kukejar menuju kota
Debu sudah berkarib dengan kulit ari
Hendak apa yang kubagi ketika malam

Jalan kereta begitu lamban
Sesampai aku di kotamu menanti hari
Detik tak dapat digapai untuk dilewatkan
Kadang sisa nafas harus dipaksa
Tak dapat lagi berlari, kita serasa tanpa makna

Aku hendak pulang kepada rumah
Di papan dipan yang reot di muka
Aku berlari ke kebun yang memakan bapak
Hendaklah musnah dilalap ilalang liar
Dan dusun tak lagi bisa kukatakan nyata

Jakarta, 17 Desember 2009 | 20.43


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun