Mohon tunggu...
agoeng widyatmoko
agoeng widyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengusaha pengolah cerita untuk beragam media

Saya adalah pemerhati bangsa dan sekaligus praktikan yang peduli pada perubahan diri dan lingkungan. Untuk hidup, saya menulis banyak hal. Dan kini, saya hidup untuk menulis dan menginspirasi dengan cara-cara yang sederhana, namun mudah dimengerti dan dipraktikkan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Pasar Takjil, Pasar Senggol yang Bikin Nonis Ketagihan

18 Maret 2024   17:30 Diperbarui: 18 Maret 2024   17:32 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkah melimpah saat Ramadan. Semua mengakuinya. Apalagi, para pejuang rupiah yang membuka konter dadakan di pinggir jalan. Sejak asar hingga magrib, di mana pun ada lapak kosong bisa ditempati, di situ segera datang penjual takjil menggelar dagangan untuk bukaan. Inilah yang membuat Ramadan panen keuntungan. Bagi siapa saja yang mau, seemperan saja sudah cukup jadi ladang berburu berkah.

Itulah kenapa, pasar takjil selalu jadi klangenan. Apalagi masa masih di kampung. Gang kecil pinggiran menuju musala atau masjid sering jadi gang senggol. Kanan kiri jualan. Depan belakang senggolan dengan dagangan. Masih ingat, dulu di daerah Kauman Jogja, ada satu gang sempit. Kiri kanan tiap jelang sore penuh dengan aneka jajanan. Maju dikit kesenggol. Mundur dikit kesenggol. Saking sempitnya. Satu sama lain saingan. Tapi entah kenapa, tak ada yang merasakan sengitnya berkompetisi. Malah, sering satu kehabisan, bisa ambil dagangan di lapak lain. Begitu seterusnya. Pasar persaingan sempurna yang saling berbagi rezeki.

Kini, hal yang sama terus terjadi. Apalagi di kota. Kebiasaan "berbagi rezeki" itu terus langgeng. Sering kali, habis di satu lapak, pembeli berburu lapak lain. Tak heran, muncul kehebohan war takjil yang sedang tren dilakukan Nonis--istilah non Islam yang ikut menikmati suasana bukber meski tidak ikut puasa.

"Aku cuma kebagian lontong satu doang... Lah gimana, siang-siang habis buka lapak langsung diborong Nonis..."
"Ealaaah... kamu ini kok susah. Makanya sering ke Masjid. Aamaaan... banyak gratisan."
"Ah.. di masjid juga kadang rebutan.."
"Iya juga sih... gimana entar kalo ada makan siang gratis dan susu gratis ya?"

Tapi biasanya, rezeki memang tidak tertukar. Apalagi musim Ramadan begini. Ada saja lapak yang kurang laku, begitu jelang magrib, ketemu dengan orang-orang terlambat cari buka. Terpaksa, mereka pun membeli ke lapak yang masih tersisa. Di sinilah yang bikin para Nonis membuat suasana Ramadan menjadi pesta bagi semua. Bagi yang berburu buka, maupun yang jualan seadanya. Lapak yang awalnya seperti kurang laku, akhirnya tetap dapat jatah diburu.

Tak jarang pula, saat di mana orang berburu pahala, lantas mengobral sedekahnya. Caranya, memborong lapak lalu membagikan gratis bagi orang-orang di jalan. Pesta sebulan ini benar-benar menggerakkan ekonomi. Seperti tak ada lagi batas miskin dan kaya. Semua ikut menikmati keriaan Ramadan dengan gegap gempitanya.

"Coba kalau Ramadan tiap bulan ya?"
"Iya bener, semua bisa kebagian rezeki..."
"Ya tapi gimana, Ramadan emang hanya setahun sekali. Masih mending daripada pemilu yang lima tahun sekali..."
"Emang kenapa?"
"Lah serangan fajar hanya sekali di pagi sebelum coblosan. Habis itu nunggu lima tahun lagi...Belum lagi kalau calonnya kalah. Bisa-bisa jatahnya diminta lagi..."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun