Mohon tunggu...
agoeng widyatmoko
agoeng widyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengusaha pengolah cerita untuk beragam media

Saya adalah pemerhati bangsa dan sekaligus praktikan yang peduli pada perubahan diri dan lingkungan. Untuk hidup, saya menulis banyak hal. Dan kini, saya hidup untuk menulis dan menginspirasi dengan cara-cara yang sederhana, namun mudah dimengerti dan dipraktikkan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ke Mana Perginya Data Pribadi Kita?

18 Juli 2016   11:03 Diperbarui: 18 Juli 2016   14:40 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: newslinemagazine.com

Seorang kawan yang berprofesi sebagai hacker bercerita, setiap apa pun yang diunduh dari internet, selalu disertai dengan apa yang disebutnya sebagai silent virus. Ia mengatakan, versi virus ini telah berkembang hingga kode kesekian ratus. Artinya, setiap minggu, bahkan setiap hari, kemampuan virus “diam-diam” ini makin canggih.

Virus ini menyatu dengan berbagai produk di internet. Bisa jadi permainan. Bisa jadi media sosial. Dan ini yang paling mengagetkan katanya, “Indonesia yang subur ladang produk bajakan itu adalah tempat bersemi paling mudah silent virus. Setiap produk bajakan yang diunduh dan digunakan, akan menyebarkan virus ini ke dalam sistem. Tanpa sadar, semua data diakses,” katanya.

Akibatnya? Cek saja sendiri. Lagi-lagi ia mengagetkan saya. “Setiap tanggal lahir kini tak ada lagi yang samar. Semua jelas. Bahkan diumbar. Pergi ke mana juga terlacak. Maling bodoh saja tahu sebuah rumah bakal kosong karena sebuah status yang dengan gampang disampaikan di media sosial. Apalagi silent virus ini,” teman saya menganalogikan. Data kartu kredit, berapa belanjaan kita, apa saja yang dibelanjakan, termasuk di pasar mana kita belanja, semua ada di data yang didapat silent virus. Itu data paling dasar. 

Data yang rawan seperti data intelijen bagaimana? Dia tertawa ngakak, sambil menunjukkan sebuah layar berisi gambar-gambar jet tempur dalam bentuk mini di gawainya. “Yang ini isi bomnya hanya separuh, yang ini hanya buat nakut-nakutin saja, yang ini bentar lagi juga bakal jadi barang rongsokan!”

Hah? Saya kaget. Sebegitu detailnya data itu terpampang dengan mudah di gawainya. Ia lalu menambahkan. “Yang ini kapal perangnya cukup baru. Baru lima tahun. Ini saja kalau ditandingkan dengan lawan di seberang paling hanya bisa bertahan sepuluh tembakan. Coba bandingkan dengan data negara lawan. Ini kelas lebih kecil tapi gesit dan pelurunya bisa menembus baja. Mereka punya 97 yang seperti ini,” sebutnya terus sambil mengetik cepat kode-kode di gawainya.

Saya pun penasaran bertanya tentang isu yang barusan tersebar. Apa benar Pokemon Go adalah program intelejen. Lagi-lagi dia tertawa terbahak-bahak. Tangannya lincah mengetik beberapa kode bahasa mesin di gawainya. Nih lihat sendiri, katanya. Muncul sebuah gambar dengan data berbagai merek ponsel di layar berlatar gambar bumi. Saya klik di sebuah merek ponsel berlogo buah digigit. Langsung keluar data siapa saja yang memilikinya, termasuk kegiatan sehari-harinya. Dari jalan kaki berapa meter, tidur berapa lama, bahkan sakitnya berobat ke dokter mana. Layar bergeser. Kali ini saya klik logo merek S. Ini lebih gila. Dari data kapan ponsel dibeli, diaktifkan, digunakan, semua tercatat dengan detail. Foto, video, lokasi, hingga status WA yang dihapus pun bisa terlacak dengan sempurna. “Jadi kalau sekarang orang omong Pokemon Go itu program intel, sudah ketinggalan jauh dengan teknologi ini,” ujarnya ngakak.

Dengan sisa naluri kewartawanan, saya lantas bertanya lebih detail. Bagaimana ia menjamin bahwa semua data itu asli dan bukan semata rekayasa data?

Kali ini ia lebih serius. Beberapa kode diketikkan di gawainya dengan lincah. “Kamu orang Jogja kan? Pas lebaran pulang kampung kemarin ingat ada helikopter yang jatuh tak jauh dari Candi Prambanan? Nih data asli tentang heli itu!” ujarnya memberikan gawainya kepada saya. Ternyata, heli itu semua suku cadangnya sudah tak lagi diproduksi. Produk yang dibeli tahun 1978 itu terakhir dinaiki tanggal 28 Juni 2016 sudah punya lubang angin sebesar ibu jari dengan kemungkinan bocor menembus tangki bahan bakar. Lubang sekecil itu menurut data seharusnya segera ditambal dan diganti onderdil. Tapi karena tua, hanya dilas dengan logam seadanya. Inilah sebab paling mungkin yang membuat heli itu jatuh dan sempat mengeluarkan asap di udara. Gila! Bahkan data dari komite nasional keselamatan penerbangan saja belum ada, di gawai dia sudah ada data selengkap itu. Dan dari kesaksian tetangga yang melihat heli itu sebelum jatuh, memang sempat mengeluarkan asap cukup tebal.

Saya makin penasaran. Lalu saya tanya bagaimana tentang data kudeta di Turki kemarin? Sejenak ia kembali mengetik kode-kode itu lagi. Hampir saya melompat kaget. Data kemungkinan kudeta itu ternyata ada dengan sangat detail. Termasuk, semua cara mengantisipasinya. Tak heran kudeta itu berakhir dengan sangat cepat. Berbagai status WA yang saya baca tempo hari di berbagai grup ternyata beda sama sekali dengan data yang ada di gawainya.

Setelah menunjukkan itu semua, ia mematikan gawainya. Lalu dengan sigap ia juga mengambil semua barang elektronik di tas saya. Ia juga mematikan semuanya. Lalu, ia pun mengajak saya ke sebuah warung kopi keliling yang ada di sebuah pinggir jalan raya yang sangat ramai dengan deru kendaraan. Ia membisikkan sesuatu ke telinga saya. “Nah, di sini lebih aman. Kamu sekarang sudah tahu kan? Tak ada lagi rahasia yang tersembunyi. Semua data sudah diretas. Maka sekarang kalau ada berita apa pun, tugasmu cuma satu. Matikan gawai, mulailah tabayyun. Ini yang sudah makin hilang dari kita. Ada berita heboh, langsung disebar tanpa konfirmasi. Ada cerita gosip, langsung ditanggapi tanpa berpikir manfaatnya. Ada berita sensitif, langsung jadi isu nasional tanpa tahu benar atau tidaknya. Padahal jelas, perintah tabayyun itu ada di kitabmu. Telitilah, pastikan kebenaran dan manfaatnya. Jadi sebelum ikut berkomentar atau menyebar, carilah kejelasannya sampai benar-benar jelas.”

Saya hanya bengong. Lupa ada istilah tabayyun itu. Saat masih bengong, tiba-tiba kawan tadi sudah menyetop ojek. “Aku pamit dulu. Nanti suatu saat kalau ada apa-apa, ingat pesan terakhirku itu.” Ia pun melesat di tengah keramaian jalanan saat itu. Semua alat elektronik yang dipegang dan dimatikan dia sudah dikembalikan kepada saya dengan selipan sebuah sobekan kertas… Terlihat ada sebuah tulisan di kertas itu… Saya baca perlahan…

Tak bisa saya berkata-kata. Sobekan kertas itu ternyata berisi… Ah.. kalau data serahasia ini, ke mana saya harus tabayyun?     

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun