Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Saat Okupansi Rumah Sakit Penuh 100%, Lalu Bagaimana?

21 Januari 2021   11:24 Diperbarui: 24 Januari 2021   03:12 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tenaga kesehatan (nakes), tenaga medis, pekerja medis.(Shutterstock/Eldar Nurkovic) via kompas.com

Tingkat okupansi rumah sakit di beberapa wilayah sudah mendekati penuh seiring terus melonjaknya jumlah korban terpapar virus corona COVID-19. 

Sampai-sampai hal ini membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merasa pemerintah pusat harus segera mengambil alih kendali penangan pandemi utamanya di wilayah Jabodetabek. 

Penuh sesaknya rumah sakit sebenarnya bukan belakangan ini didengungkan, masalah tersebut merupakan saat-saat yang paling dihindari terjadinya sehingga segala daya upaya dikerahkan untuk mencegah agar jangan sampai rumah sakit penuh sesak dan kehabisan tempat tidur hingga ruang perawatan. 

Namun belum terkendalinya pandemi mau tidak mau angka 100% tingkat okupansi rumah sakit sangat mungkin terjadi. 

Dan ketika masa itu datang lantas apakah kita hanya pasrah dan menyerah pada keadaan? Atau kita kemudian saling menyalahkan dan menuding siapa biang kerok masalah satu sama lain?

Bagaimanapun semua pihak terkait pasti berupaya agar jangan sampai rumah sakit luber, penuh sesak, atau kehabisan jatah fasilitas sehingga seseorang yang sakit terlebih mereka yang terkena efek parah COVID-19 sampai harus terlunta-lunta karenanya. 

Kondisi dimana ada cukup banyak pasien tertolak karena kosongnya ketersediaan fasilitas kesehatan merupakan sebuah ironi. 

Kita tidak boleh pasrah hanya karena keterbatasan semacam ini. Kita harus pantang menyerah dan mencari jalan keluar dari masalah. Jangan terpaku pada satu langkah, berusahalah dengan intensitas lebih dari sebelumnya.

"Kita tentu tidak bisa berdiam diri melihat daya tampung rumah sakit yang semakin penuh. Harus ada tindakan yang dilakukan untuk memastikan semua orang yang butuh perawatan terlayani secara layak. Kita bisa menyusun strategi, membangun sistem informasi, dan yang pasti adalah mengeksekusi. Tapi kita harus segera melaksanakannya saat ini." 

Jika tingkat okupansi rumah sakit sudah 100%, lantas kita bisa apa? Jawabannya yang jelas bukan "Menyerah" atau "Pasrah". 

Bukan pula melimpahkan kesalahan atas ketidaktaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Bisa jadi ada dari mereka yang bersalah sehingga berkontribusi terhadap angka lonjakan kasus terpapar. 

Tangkapan Layar CCTV lobi RSUD Saiful Anwar Malang yang dikatakan penuh | Sumber gambar: kabar24.bisnis.com / Istimewa
Tangkapan Layar CCTV lobi RSUD Saiful Anwar Malang yang dikatakan penuh | Sumber gambar: kabar24.bisnis.com / Istimewa
Tapi apakah dengan melayangkan tudingan hal itu kemudian akan memperbaiki keadaan? Kita tidak bisa berjalan satu langkah sendirian, melainkan harus dibarengi juga dengan langkah-langkah lain sebagai penopang. Menegakkan protokol kesehatan adalah salah satu langkah, sementara menyediakan fasilitas perawatan bagi para korban adalah langkah yang lain. Langkah-langkah preventif itu perlu, namun tindakan korektif itu harus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun