Beberapa waktu lalu seorang teman bercerita tentang adanya salah seorang anak buahnya yang menunjukkan gelagat mencurigakan dengan mempertontonkan kemesraan dengan rekan kerjanya.Â
Padahal setiap dari mereka sudah memiliki pasangan masing-masing. Bahkan salah satunya memiliki pasangan yang bekerja di satu tempat kerja yang sama, cuma berbeda shift.Â
Gelagat aneh tersebut sepertinya sudah menjadi rahasia umum sehingga isunya pun sampai kepada para atasan. Atas dasar rekaman CCTV, teman saya tersebut kemudian mengambil sebuah kebijakan untuk mengatur ulang shift kerja beberapa karyawannya.Â
Mengupayakan agar sang pekerja dengan "skandal" tersebut tidak lagi memiliki kesempatan berdua-duaan yang dapat mengganggu harmoni dan merusak atmosfer kerja.
Situasi semacam itu juga pernah terjadi di tempat kerja lain. Sesama pekerja lapangan terlibat asmara yang tidak semestinya bahkan menganggap hal itu sebagai suatu kebanggaan atas diri pribadinya.Â
Anehnya, ketika ada seorang pekerja yang sebenarnya sudah berkeluarga melakukan tebar pesona kepada karyawan muda dan single, hal itu tidak jarang justru disambut "positif".Â
Entah karena tidak tahu latar belakang "si penggoda" yang sebenarnya sudah berkeluarga atau memang mereka sebenarnya bersikap masa bodoh atas hal itu. Namun asmara dibalik dinding pabrik tidak selalu merupakan cerita indah yang layak diceritakan, asmara terlarang pun turut menghiasinya.
Dan seorang karyawan yang bijak tentu akan merepresentasikan perilakunya juga dalam hal ini. Biarpun dalam perkara teknis mereka berprestasi namun apabila perilakunya tidak selaras dengan hal itu maka tidak ada kelayakan samasekali bagi mereka untuk diberikan mandat kepercayaan lebih.Â
Mengapa? Karena sebuah tanggung jawab lebih hanya patut disandang oleh mereka yang menjunjung tinggi akhlak dan martabatnya.
Salam hangat,
Agil S Habib