Eksistensi ojek online (ojol) belakangan kembali terusik. Hal ini seiring pernyataan yang diutarakan oleh Wakil Ketua Komisi V DPR Nurhayati Monoarfa untuk membatasi keberadaan ojol beberapa waktu lalu.Â
Buntut dari pernyataannya ini para driver ojol beramai-ramai melakukan unjuk rasa sebagai bentuk protes terhadap pernyataan sang anggota dewan.Â
Apa yang disampaikan oleh Nurhayati sebenarnya "hanya" mengutarakan isi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang mana didalamnya menyatakan melarang serta tidak mengakui sepeda motor sebagai sarana transportasi umum.Â
Hal ini pada akhirnya memunculkan polemik tersendiri karena keberadaan ojol seakan "abu-abu" tanpa payung hukum yang jelas.Â
Biarpun pemerintah pada tahun 2019 lalu telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2019 yang mengatur tentang ojek online, akan tetapi hal itu dirasa masih belum cukup untuk "membekingi" operasi ojol di tanah air.
Ojol yang marak beroperasi selama beberapa tahun terakhir ini harus diakui cukup membantu masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Â
Mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi atau "jenuh" terhadap layanan transportasi umum bisa menjadikan ojol sebagai alternatif solusi. Terlebih di kota-kota metropolitan yang identik dengan kemacetan dan kesemrawutan jalan raya.Â
Sehingga tidak mengherankan perkembangan bisnis dalam bidang ini berkembang begitu pesat selama beberapa waktu terakhir. Hampir setiap pemilik sepeda motor akan "nyambi" sebagai pengemudi ojol untuk menambah pundi-pundi penghasilannya.
Di balik ingar-bingar eksistensi ojol dan tingginya popularitas yang dimilikinya, selalu ada sisi lain yang tidak selalu merasa senang dengan keberadaan ojol yang makin menjamur. Salah satunya yaitu angkutan umum yang merasakan dampak langsung penghasilan mereka berkurang drastis setelah ojol marak beroperasi.Â
Bahkan saat ojol mencapai popularitasnya beberapa waktu lalu, gesekan antara sopir angkutan umum dengan driver ojol beberapa kali terjadi.Â
Para sopir angkutan umum banyak yang tidak terima karena merasa ranah mereka mencari nafkah telah dicampuri oleh sekumpulan orang yang beroperasi diluar "kebiasaan".Â