Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Harga Rokok Naik, Apakah Kita Harus Bersikap Masa Bodoh?

13 Januari 2020   07:52 Diperbarui: 14 Januari 2020   08:23 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pekerja sedang mengemas rokok | Foto: Gudang Garam

Bukankah kenaikan harga rokok berarti juga mengancam sektor mata pencaharian petani tembakau ataupun pekerja industri rokok? Bukankah dengan harga jual rokok yang meningkat maka akan membuat daya beli masyarakat berkurang dan bisa mengamcam eksistensi pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan rokok di pinggir jalan?

Pengurangan jumlah konsumsi rokok belum bisa dilihat secara pasti pasca berlakunya kebijakan kenaikan cukai rokok ini. Para perokok muda saat ini cenderung lebih kreatif dalam menyiasati harga rokok yang semakin tinggi.

 Sebagian seperti yang sudah disebutkan sebelumnya yaitu dengan membuat rokok secara manual atau tingwe. Sebagian yang lain ada yang beralih menggunakan rokok elektrik atau vape. 

Jadi kenaikan harga rokok bukannya menurunkan jumlah perokok malah justru mendorong lahirnya varian baru "gaya" merokok.

Mungkin selama ini kita sering salah sangka menganggap bahwa kenaikan harga rokok adalah sebuah upaya mengurangi kebiasaan "buruk" masyarakat dalam merokok. 

Namun ternyata menaikkan cukai rokok selain bermanfaat menambah pundi-pundi pemasukan negara hal itu juga penting untuk mengawasi peredaran rokok ilegal di masyarakat, dan untuk menyeimbangkan industri padat modal dengan padat karya. Jadi, tidak ada "agenda" untuk mengurangi kebiasaan merokok masyarakat sama sekali.  

Rokok akan terus memantik perdebatan panjang terkait penggunaannya dan keberadaannya. Sebagian orang melabelinya sebagai barang haram, sebagian yang lain menilainya sebagai sebuah gaya hidup, dan yang lain lagi menganggapnya sebagai andalan mata pencaharian.

Keberadaan mayoritas pedagang kios-kios emperan umumnya menjadikan rokok sebagai andalan untuk menambah pundi-pundi penghasilan dengan menjualnya secara eceran. Sedangkan ritel-ritel modern menjadikan rokok sebagai barang jualan eksklusif yang dipampang tepat di belakang kasir.

Meski harganya naik, para PKL masih tetap menjualnya seperti biasa. Sama halnya dengan retail modern yang tetap memajang rokok sebagai komoditas spesial mereka.

Bagi mereka kenaikan harga rokok hanyalah sebuah hembusan kecil yang tidak mengusik sesuatu apapun. Karena bagi para perokok yang memang masih belum memiliki kesadaran melepaskan kebiasaan itu akan berpandangan biarpun harga rokok naik tetapi the show must go on. 

Lantas apakah kita mesti bersikap masa bodoh terhadap hal ini?

Salam hangat,
Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun