Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan featured

1 Dolar per Jam, Pak Jokowi!

27 Desember 2019   06:17 Diperbarui: 13 Oktober 2020   07:25 1844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi upah yang dibayarkan per jam. (sumber: zest_marina/kompas.com)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah menggulirkan rencana "besar" terkait sistem pengupahan di Indonesia. Selama ini, tarik ulur kepentingan hampir selalu terjadi antara pihak pekerja dengan pengusaha. Dimana masing-masing dari keduanya selalu mengharapkan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Pekerja mendambakan pendapatan yang tinggi, sebaliknya pengusaha menginginkan ongkos tenaga kerja yang murah. Pemerintah selaku penengah akan selalu menghadapi dilema keberpihakan.

Karena baik pekerja ataupun pengusaha memegang peranan penting dalam aspek kemajuan ekonomi bangsa. Sehingga mau tidak mau pemerintah harus mengupayakan "jalan tengah" yang mampu memberikan keuntungan terbaik bagi kedua belah pihak.

Sebuah gagasan yang kini tengah hangat diperbincangkan adalah perihal sistem pengupahan per jam. Jadi sistem penggajian bulanan yang selama ini berlaku akan digantikan dengan perhitungan berdasarkan total jam kerja yang ditempuh oleh para pekerja selama kurun waktu tertentu.

Yang kita tahu saat ini, untuk sistem penggajian bulanan setiap pekerja akan mendapatkan besaran gaji yang tidak jauh berbeda setiap bulannya biarpun jam kerja yang ada tidak sepenuhnya dipergunakan untuk produksi atau melakukan aktivitas yang terkait dengan produksi.

Potongan gaji yang terjadi mungkin hanya ketika pekerja tidak masuk kerja atau izin. Namun jumlah gaji pada akhir periode biasanya tidak akan terlalu jauh berbeda dengan mereka yang masuk kerja secara penuh.

Seandainya sistem upah per jam ini berlaku, maka bisa dipastikan mereka yang memiliki jumlah jam kerja paling tinggi akan mendapatkan gaji terbesar. Begitu juga sebaliknya.

Sistem ini memang masih dalam taraf pembahasan dan masih jauh dari kata sempurna. Hanya saja beberapa kalangan khususnya dari pihak pekerja sudah ada yang melemparkan keberatannya terhadap sistem ini karena dinilai tidak bisa memberikan kepastian nilai pendapatan.

Padahal untuk mengatur kehidupan pribadi atau keluarga, para pekerja tersebut memerlukan adanya kepastian. Keluhan ini memang patut dijadikan pertimbangan oleh pemerintah selaku perumus dan pembuat kebijakan.

Bagaimanapun juga pemerintah berkewajiban memberikan rasa nyaman kepada warga negaranya. Oleh karena itu bentuk final dari sistem upah per jam ini harus benar-benar dirancang sedemikian rupa sehingga mengakomodasi kepentingan semua kalangan.

Mimpi Penghasilan Rp 27 Juta per Bulan ala Presiden Jokowi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun