Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Kematian pun Berbayar

13 April 2019   11:54 Diperbarui: 13 April 2019   13:20 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yaitu melalui amal ibadah yang kita lakukan semasa hidup. Bersedekah, berbagi ilmu yang bermanfaat, dan mendidik anak-anak yang sholeh adalah bentuk amal ibadah yang semestinya dipersiapkan. Haruskah untuk menghadap Sang Pencipta saja kita harus membayar?

Keberadaan petak tanah di kota-kota besar seiring waktu harganya semakin gila-gilaan. Semakin melambung tinggi dan harganya naik berlipat ganda hanya dalam hitungan tahun bahkan bulan. 

Mau tidak mau kondisi ini memaksa siapapun harus mengupayakan keberadaan finansial yang cukup hanya demi sekadar bisa dimakamkan di tanah kota kelak saat meninggal dunia. 

Hanya dari orang-orang yang bersedia mewakafkan tanahnya sajalah pemakaman garatis bisa tetap terjadi di kota besar. Selain itu? Nihil. Sayangnya, menemukan seseorang yang bersedia mewakafkan sepetak tanahnya di kota-kota besar ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Sangat sulit. 

Di era sekarang ini, siapa yang berkenan membiarkan uang jutaan rupiah melayang begitu saja dalam bentuk tanah untuk diberikan secara gratis demi kepentingan umat? Mungkin memang ada beberapa orang diluar sana yang bersedia melakukannya. Tapi siapa?

Pada saat ajal semakin menjelang, seseorang dengan keinginan tidak merepotkan siapapun dari keluarganya yang dihadapkan pada kenyataan bahwa ia tidak memiliki cukup uang membayar biaya pemakamannya nanti mungkin akan berandai-andai jikalau ia hidup di pelosok desa. 

Dia tidak perlu lagi memikirkan sesuatu selain persiapan menghadap pemilik dirinya yang sejati. Menghadap Sang Pencipta. Sungguh disayangkan memang, zaman yang terus berkembang, penduduk yang terus bertambah, lahan yang semakin terbatas menjadikan segala hal tidak ada versi gratisannya lagi. Ingin hidup, bayar! Mau mati, bayar! Titik.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun