Mohon tunggu...
Agie Ginanjar
Agie Ginanjar Mohon Tunggu... Guru - Profil Saya

Pendidik serta pemerhati dunia pendidikan dan psikologi anak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Daendels adalah Bapak Pendidikan Indonesia yang Sebenarnya

18 November 2020   10:11 Diperbarui: 28 April 2021   19:27 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benarkah Daendels adalah Bapak Pendidikan Indonesia yang Sebenarnya? (sumber : https://d220hvstrn183r.cloudfront.net/attachment/54055449117176900094.large)

Pada saar membaca judul diatas mungkin kebanyakan pembaca tidak setuju atau bahkan mencibir. karena bagaimana mungkin si Tuan Besar penjajah dan penindas bangsa Indonesia dianggap sebagai Bapak pendidikan kita, bukankah kita mengenal Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak pendidikan bangsa Indonesia yang mendirikan perguruan Taman Siswa dan mencetuskan semangat Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, Unsur-unsur dari Patrap Triloka yang menjadi dasar kerja seorang guru. 

Namun coba kita renungkan kembali, bahwa tujuan terbentuknya Perguruan Taman Siswa itu adalah menuju Indonesia merdeka, demi terwujudnya masyarakat tertib dan damai. Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan Nasional Taman Siswa adalah antitesa terhadap sistem pendidikan bangsa kolonial yang bersifat regering, tucht, orde (perintah, hukuman, dan ketertiban). Pendidikan seperti ini yang mengekang dan menindas anak-anak.

Sekolah yang didirikan oleh pemerintahan kolonial Belanda seperti HIS dan MULO dibuat demi kepentingan Belanda sendiri, yaitu untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja siap pakai, mencetak tenaga kerja, buruh bahkan pekerja paksa yang akan dikerjakan demi keuntungan pemerintahan kolonial.

Sekolah dengan tujuan mencetak tenaga kerja tentunya akan menuntut kepatuhan, kedisiplinan dan kesiapsiagaan, skill yang dibutuhkan oleh seorang pekerja, buruh yang harus manut tanpa kecuali kepada instruksi atasannya. sehingga pola pendidikan regering, tucht, orde (perintah, hukuman, dan ketertiban) mutlak diberlakukan di sekolah. 

Selanjutnya, mari kita tengok kondisi dan situasi institusi pendidikan di Indonesia saat ini, apakah pola pendidikan kita sudah sejalan dengan semangat Ki Hajar Dewantara atau malah sangat cocok dengan pola pendidikan Sekolah Kolonial. Jujur, sebagai seorang pendidik saya ingin membantah bahwa sekolah kita lebih sejalan dengan pola pendidikan kolonial, namun apa hendak dikata, itulah yang terjadi. 

Tanpa sadar kita sebagai pendidik telah menjejalkan ilmu pengetahuan kepada siswa-siswa kita yang kebenarannya adalah mutlak. tanpa sadar kita telah mengimplementasikan bentuk penjajahan dengan bentuk yang berbeda, penjajahan pikiran. 

Contohnya, dulu ketika kita duduk di bangku TK atau SD, kita diajarkan lagu dengan penggalan lirik "cangkul cangkul cangkul yang dalam, menanam jagung di kebun kita", tanpa kita tidak pernah diberi kesempatan untuk bertanya "apakah benar untuk menanam jagung, tanahnya harus kita cangkul yang dalam terlebih dahulu?" 

Penggalan lagu di atas hanyalah contoh kecil penanaman pengetahuan yang memaksa kita menerima tanpa ada kesempatan untuk berpikir kritis, sangat banyak sekali contoh-contoh lainnya di berbagai bidang pelajaran. 

Apalagi kalo kita berbicara propaganda pemerintahan terdahulu yang berkepentingan menanamkan doktrin-doktrin yang kalo kita bahas tuntas tidak akan cukup dengan obrolan satu gelas kopi.

Belum lagi jika kita bahas tentang penegakan peraturan dan kedisiplinan yang memang sudah bukan rahasia lagi sudah menjelma menjadi konsep turun temurun yang menerapkan  pola persekusi. 

Menempatkan siswa yang melanggar peraturan sebagai objek pesakitan yang wajib dihukum baik secara fisik maupun verbal, entah itu oleh guru ataupun oleh kakak kelasnya. lagi-lagi kita harus mengakui bahwa kita gemar menerapkan pola bersifat regering, tucht, orde (perintah, hukuman, dan ketertiban).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun