Di tengah masih tingginya angka pengangguran kita tidak boleh tinggal diam. Sikap aktif dan responsif terhadap situasi dan kondisi serta semangat menatap masa depan harus tetap tumbuh terutama di kalangan generasi muda.
Berdasar kondisi yang ada dapat diketahui jumlah pengangguran masih ditemui. Hingga tahun 2017 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) diuungkapkan terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang pada Agustus 2017 dari Agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang (Kompas.com - 06/11/2017).
Gambaran data tersebut menunjukkan bahwa jumlah pencari kerja dari tahun ke tahun terus meningkat, sementara daya tampung atau penyediaan lapangan kerja relatif tetap. Apabila kondisi ini tidak diantisipasi maka diprediksi jumlah para penganggur semakin meningkat.
Berbagai pihak terutama pemerintah sudah berupaya dengan mendirikan pelatihan-pelatihan seperti Balai Latihan Kerja (BLK), kurusus-kursus singkat hingga di tingkat pedesaan. Demikian halnya kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai ditata kembali untuk menjadikan para lulusannya bisa berkarya nyata, penekanan pada praktek (bukan hanya teori) diharapkan siap kerja.
Langkah dan upaya tersebut tentunya dapat dipahami, harapannya meminimalisir jumlah penganggur dan memberi kesempatan kerja terutama bagi angkatan kerja baru, menampung calon tenaga kerja yang punya skill atau ketrampilan sesuai bidang yang ditekuni.
Masalahnya yang kerap muncul berkait tenaga kerja, pengangguran dan produktivitas bukan hanya menyangkut keahlian fisik (hard skill) yang perlu dimiliki. Lebih dari itu harus pula dibarengi kemampuan non-fisik (soft skill) yaitu kemampuan untuk mengatur diri sendiri, mengasah dan memotivasi diri, berpikir kreatif dan inovatif untuk proaktif menangkap peluang sehingga dapat mencipta produk-produk baru (barang dan jasa) yang dibutuhkan banyak orang.
Indonesia sebagai negara yang kaya raya sumber daya alam, usaha ekonomi/industri kreatif perlu ditumbuh kembangkan. Di bidang seni-budaya, pariwisata dengan alamnya yang eksotis dari Sabang sampai Merauke masih banyak yang bisa dieksplorasi, dikemas dalam nuansa tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisi lokal yang tidak dimiliki oleh negara lain.
Kreativitas dan inovasi merupakan kata kunci dalam mencari, menangkap dan menciptakan peluang usaha atau peluang kerja di masa kini dan akan datang. Jika ini ditekuni dan digarap secara sungguh-sungguh pastinya mendatangkan nilai tambah ekonomi.
Dapat dicontohkan tentang konsep pemikiran baru yang disebut 'wisata gastronomi' dimana di sebuah tempat alam/pedesaan, didirikan bangunan dan penginapan lokal sederhana untuk menampung beberapa wisatawan. Â Di tempat tersebut para wisatawan diajak bareng-bareng panen pangan lokal (umbi-umbian misalnya), mencuci, mengupas, memasak hingga menghidangkan semuanya dilakukan bersama.
Dilengkapi pemandu wisata yang bisa menjelaskan tentang sejarah dan filosofi makanan lokal tersebut hingga cara menyantapnya, dll -- merupakan upaya kreatif dan mempunyai daya tarik tersendiri. Contoh ini layak ditiru, dikembangkan di beberapa tempat. Bukankah ini sebagai pilihan dalam mencipta lapangan kerja dan mendatangkan keuntungan?
Masih banyak upaya kreatif dan inovatif lain untuk menciptakan produk, baik berupa barang maupun jasa. Semuanya bergantung kemauan, motivasi dan ketekunan kita untuk berani mencoba dan menangkap serta mengelola peluang usaha yang ada.
Untuk masalah modal sebagai penunjang tentunya hal demikian bisa dipertimbangkan lebih lanjut. Pemerintah daerah bisa membantu memfasilitasi dan yang sangat memungkinkan yaitu memanfaatkan alokasi dana desa sesuai UU No.6 Tahun 2014.
 Membangun usaha produktif untuk kemajuan desa dan kesejahteraan rakyat ini sangat dimungkinkan. Terpenting dana harus dipertanggung jawabkan, dikelola secara transparan, akuntabel -- sehingga infrastruktur desa berkembang, menyerap tenaga kerja dan kesejahteraan rakyatnya semakin meningkat. (Subarja W).