Mohon tunggu...
AF Yanda
AF Yanda Mohon Tunggu... wiraswasta -

Suka sepak bola dari lahir,,, Tifosi Milan (Milanisti),,,

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dilema Kompetisi Sepak Bola, Siapa Peduli?

20 Januari 2016   10:32 Diperbarui: 20 Januari 2016   14:58 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="bola.kompas.com"][/caption]Tak terasa setelah sukses dengan turnamen Piala Presiden beberapa waktu yang lalu, kini turnamen sepakbola serupa yang mempertemukan tim-tim elit kompetisi Liga Super Indonesia yang bertajuk Jenderal Sudirman Cup 2015 yang diadakan oleh promotor Mahaka Sport Entertainment telah memasuki fase-fase akhir/babak penentuan. Dua tim besar ISL yaitu Mitra Kukar dan Semen Padang sudah memastikan diri lolos ke partai puncak dan akan bertarung pada 24 Januari 2016 mendatang, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.

Kabarnya setelah berakhirnya turnamen Piala Jenderal Sudirman ini, akan digelar beberapa event serupa yang akan dijalankan dengan format Turnamen, salah satunya yang paling dekat ialah Piala Gubernur Kalimantan Timur. Menjadi dilema dan pertanyaan dikalangan pclaku sepakbola dan para pecinta sepakbola Nasional saat ini ialah terkait efektivitas ajang-ajang turnamen ini bagi perkembangan persepakbolaan Indonesia kedepannya.

Inisiatif untuk menyelenggarakan turnamen-turnamen pasca terhentinya kompetisi ini adalah sesuatu yang positif dan patut diapresiasi, karena secara tidak langsung, diadakannya turnamen-turnamen tersebut bisa sejenak menghidupkan kembali atmosfer sepakbola Indonesia yang nyaris redup pasca vakumnya kegiatan-kegiatan persepakbolaan termasuk kompetisi dibawah naungan Federasi (PSSI) buah dari kembali pecahnya konflik di persepakbolaan Indonesia.

Namun menjadi dilematis ketika keberadaan turnamen ini sendiri tidak mampu menjawab sepenuhnya persoalan yang terjadi di persepakbolaan Indonesia khususnya yang berkaitan langsung dengan nasib para pelaku sepakbola maupun klub-klub sepakbola di Indonesia akibat vakumnya kompetisi. Turnamen-turnamen yang diadakan pasca terhentinya kompetisi tidak memiliki jenjang dan arah yang jelas bagi para kontestannya serta tak mampu mengakomodasi seluruh klub sepakbola resmi yang ada di Indonesia.

Turnamen yang diadakan beberapa waktu belalakangan hanya mampu mengakomodasi sekitar 15 sampai 30 klub sepakbola dalam satu event, sedangkan klub sepakbola resmi di Indonesia menyentuh angka puluhan bahkan hampir ratusan. Sebagai catatan saja untuk dua kompetisi professional dibawah naungan operator PT.Liga Indonesia yaitu Indonesia Super League dan Divisi Utama jumlah klub yang terdaftar kurang lebih sebanyak 74 klub, dimana 18 klub berasal dari kompetisi ISL dan 56 klub berasal dari kompetisi divisi utama, sedangkan tim-tim lainya baik divisi satu, dua dan tiga tergabung di Liga Nusantara yang dikelola oleh Badan Liga Amatir Indonesia atau BLAI.

Artinya banyak sekali klub dan juga para pelaku sepakbola yang tidak terakomodir dari event-event turnamen yang diadakan pasca terhentinya kompetisi dipertengahan 2015 lalu. Jika mencoba untuk bersikap realistis, turnamen-turnamen yang diadakan oleh berbagai pihak saat ini tak lebih hanya sebatas hiburan semata dan ajang pelipu lara pasca terhentinya kompetisi, khususunya bagi sebagian pelaku sepakbola dan para pecinta sepakbola Nasional.

Kondisi dilematis lainnya juga harus dihadapi oleh manajemen klub maupun para pemain, salah satunya ialah terkait masalah kontrak. Jangka waktu penyelenggaraan turnamen yang pendek atau terbatas, membuat beberapa klub kontestan turnamen nampak kebingungan untuk menyodorkan kontrak kepada pemainnya, karena biasanya durasi waktu kontrak yang disodorkan manajemen klub kepada pemain rata-rata berdurasi (minimal) selama satu musim kompetisi.

Akibatnya banyak pelaku sepakbola baik pemain maupun pelatih yang akhirnya memilih jalan untuk mencoba mengadu nasib di kompetisi Negara lain dikawasan Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, hingga ke Timor Leste yang iklim kompetisinya sebenarnya bisa dibilang sebanding bahkan tak lebih kompetitif dibandingkan kompetisi Liga Indonesia. Ketidakjelasan terkait kompetisi dan juga kontraklah yang menjadi akar masalahnya.

Baik pemain maupun asosiasi pemain sendiri sebenarnya sudah meminta pihak klub untuk memberikan kontrak yang jelas kepada pemain sebelum mengikuti event atau ajang sepakbola seperti turnamen ini, karena urusan kontrak ini bukan hanya terkait masalah royalti saja, melainkan jaminan (tanggung jawab) dari pihak klub yang mereka dapatkan ketika mengalami kendala tertentu seperti masalah cedera yang dapat menimpa mereka saat berlaga di ajang atau turnamen sepakbola tersebut.

Bahkan Asosiasi Pemain Sepakbola Profesional Indonesia (APPI) telah mengeluarkan pernyataan dengan memboikot serta menolak untuk bermain di semua turnamen yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini hingga ada kejelasan dari para pihak yang berkepentingan, terkait kepastian kembali digelarnya kompetisi reguler yang resmi dan professional. (sumber)

Memang benar bahwa keberadaan turnamen-turnamen ini sendiri mampu menepis anggapan sebagian pihak bahwa sepakbola Indonesia telah mati karena berhentinya kompetisi, namun apakah benar jika keberadaan turnamen tersebut mampu mengembalikan geliat persepakbolaan Nasional menjadi berjalan sebagai mana mestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun