Boja adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang memiliki berbagai tradisi kaya akan kearifan lokal. Salah satu tradisi paling menonjol dan selalu dinantikan oleh masyarakat adalah Kirab Nyai Dapu dan berebut gunungan. Tradisi ini digelar setiap tahun pada momen Syawalan, tepatnya seminggu setelah Hari Raya Idulfitri. Lebih dari sekedar perayaan budaya, acara ini merupakan wujud rasa syukur dan kebersamaan warga setempat yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Menurut Kades Boja, Rofik Anwar, kirab budaya Nyi Pandansari atau Nyai Dapu sebagai bentuk penghormatan kepada Nyi Pandansari yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di wilayah Boja.
Rofik menambahkan kirab ini sebagai bentuk tradisi tahunan merti desa dan Syawalan. Dia berharap hasil sawah dan kebun menjadi melimpah.
Asal Usul Kirab Nyai Dapu
Nama Nyai Dapu merujuk pada sosok leluhur yang diyakini memiliki peran penting dalam sejarah Boja. Nyai Dapu dianggap sebagai tokoh spiritual yang dihormati karena kontribusinya terhadap kehidupan masyarakat setempat pada masa lampau. Seiring berjalannya waktu, sosok ini dijadikan simbol dalam acara kirab sebagai bentuk penghormatan dan pengingat akan pentingnya menjaga tradisi serta kebudayaan lokal.
Kirab Nyai Dapu sendiri merupakan prosesi arak-arakan besar yang melibatkan seluruh elemen masyarakat Boja. Dalam kirab ini, diaraklah sebuah gunungan, yaitu tumpukan hasil bumi seperti buah-buahan, sayuran, dan makanan tradisional yang ditata menyerupai bentuk gunung kecil. Gunungan ini melambangkan kemakmuran, rezeki, dan hasil kerja keras masyarakat dalam bertani.
Makna Spiritual dan Simbolik
Kirab Nyai Dapu bukan sekadar hiburan atau tontonan, melainkan acara yang sarat makna. Gunungan yang diarak dalam kirab menggambarkan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah. Selain itu, acara ini juga menjadi media untuk mempererat silaturahmi antarwarga, memperkuat rasa persatuan, dan menjaga hubungan harmonis antara masyarakat dan lingkungan.
Selain simbol rasa syukur, Kirab Nyai Dapu juga mengandung makna spiritual yang dalam. Sosok Nyai Dapu sebagai pelindung dan simbol kebudayaan Boja diposisikan sebagai perantara antara manusia dan alam. Masyarakat Boja meyakini bahwa dengan menjalankan tradisi ini, mereka turut menjaga keseimbangan alam dan memohon berkah serta keselamatan bagi seluruh warga.
Setelah prosesi kirab selesai, acara yang paling dinantikan oleh warga adalah berebut gunungan. Gunungan yang diarak kemudian diletakkan di tempat tertentu, dan warga diperbolehkan untuk berebut mengambil hasil bumi yang ada di gunungan tersebut. Tradisi ini dipercaya membawa berkah bagi siapa pun yang berhasil mendapatkan bagian dari gunungan.