Mohon tunggu...
Syamsul Yakin dan Andika
Syamsul Yakin dan Andika Mohon Tunggu... Dosen dan Mahasiswa

Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akar historis dakwah di media sosial

14 Juni 2025   16:08 Diperbarui: 14 Juni 2025   16:08 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

oleh: Syamsul Yakin dan Andika Fathir 

(Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Akar Historis Dakwah di Media Sosial


Pendahuluan
Fenomena dakwah di media sosial telah menjadi bagian penting dalam penyebaran ajaran Islam di era digital. Namun, di samping dakwah yang membawa pesan damai, muncul pula varian dakwah yang bersifat radikal---yang menyebarkan ujaran kebencian, eksklusivisme, dan intoleransi melalui platform digital. Artikel ini mengulas akar historis munculnya dakwah radikal di media sosial dan bagaimana dinamika sejarah, politik, serta perkembangan teknologi menjadi faktor pemicunya.

Dakwah dan Radikalisme: Konteks Awal
Dalam sejarah Islam, dakwah sejatinya adalah seruan menuju kebaikan dan kebenaran dengan cara yang bijaksana (QS. An-Nahl: 125). Namun, sepanjang sejarah, dakwah juga pernah dijadikan alat politik untuk mempertahankan kekuasaan atau menggulingkan otoritas.

Pasca keruntuhan Khilafah Utsmaniyah pada 1924, muncul berbagai gerakan Islam yang mengusung ide restorasi Islam sebagai sistem negara dan hukum. Beberapa gerakan seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Hizb ut-Tahrir berkembang dengan ide-ide yang kuat secara ideologis dan politis. Mereka menekankan pentingnya penegakan syariat Islam secara total dan menolak sistem sekuler Barat.

Radikalisme dan Transnasionalisme Islam
Memasuki abad ke-20, terutama setelah Perang Dunia II dan invasi Soviet ke Afghanistan (1979), gelombang jihadisme internasional mulai terbentuk. Para pejuang (mujahidin) dari berbagai negara dikumpulkan, dilatih, dan dipersenjatai. Setelah konflik berakhir, sebagian dari mereka kembali ke negara asal membawa ideologi salafi-jihadi yang keras, anti-demokrasi, dan anti-Barat.

Dari sinilah muncul berbagai kelompok radikal seperti Al-Qaeda, yang kemudian menjadi inspirasi bagi kelompok-kelompok lokal di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, pemikiran-pemikiran itu mulai menyusup melalui jaringan pendidikan, buku-buku, dan ceramah-ceramah underground, lalu berkembang pesat ketika era reformasi membuka keran kebebasan berekspresi.

Era Reformasi dan Ledakan Media Sosial
Reformasi 1998 membawa keterbukaan informasi dan kebebasan berpendapat yang sebelumnya dibatasi oleh Orde Baru. Kondisi ini membuka ruang luas bagi kelompok Islam radikal untuk menyampaikan ideologi mereka secara bebas.

Dengan hadirnya media sosial seperti Facebook, YouTube, Telegram, dan Instagram, dakwah radikal menemukan ladang subur. Tidak seperti media konvensional, media sosial memungkinkan siapa saja menjadi "ustaz", "mujahid keyboard", atau bahkan "rekruter jihad" tanpa harus melalui lembaga formal atau pengawasan.

Strategi Dakwah Radikal di Media Sosial
Kelompok radikal sangat piawai dalam memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan narasi mereka. Beberapa strategi yang mereka gunakan antara lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun