Mohon tunggu...
Asri Wijayanti
Asri Wijayanti Mohon Tunggu... Konsultan - Penyintas Autoimun, Konsultan Komunikasi

Perempuan asal Semarang, penyintas autoimun, pernah bekerja lembaga internasional di Indonesia dan Myanmar, di bidang pengurangan risiko bencana. Saat ini bekerja sebagai konsultan komunikasi di sebuah lembaga internasional yang bergerak di bidang kependudukan dan kesehatan reproduksi. Alumni State University of New York di Albany, AS, Departemen Komunikasi. Suka belajar tentang budaya dan sejarah, menjelajah, dan mencicipi makanan tradisional. Berbagi cerita juga di www.asriwijayanti.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Gempa Chile 2015 Tak Banyak Mengambil Korban?

21 September 2015   00:32 Diperbarui: 24 September 2015   14:09 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rabu, 16 September 2015 lalu Chile kembali dilanda gempa besar. Ini adalah gempa berkekuatan di atas 8 Skala Richter (SR) ketiga yang terjadi dalam lima tahun terakhir. Sumber gempa berkekuatan 8,3 SR ini terletak sekitar 46 kilometer sebelah barat Illapel, di pertemuan lempeng Nazca dan lempeng Amerika Selatan, di kedalaman 33 kilometer. Kekuatan Gempa Chile, yang selanjutnya juga sering disebut sebagai Gempa Illapel Rabu lalu lebih besar daripada Gempa Nepal yang terjadi 25 April 2015, yang "hanya" berkekuatan 7,8 SR.

Berbeda dengan kejadian gempa Nepal, di hari ketiga setelah bencana, media-media internasional mulai sepi memberitakan dampak gempa Illapel. Fenomena ini biasa terjadi ketika sebuah bencana tidak mengakibatkan banyak kerusakan maupun korban jiwa. Laporan terakhir di laman BBC tentang gempa ini - yang ditulis di tanggal 18 September 2015 - menyebutkan, jumlah korban meninggal dalam kejadian gempa Illapel adalah 11 orang. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan jumlah korban meninggal di gempa Nepal April 2015, yang mencapai lebih dari 9000 jiwa. Pun jauh lebih kecil dari jumlah korban jiwa pada kejadian Gempa 6,3 SR yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006, yang mencapai lebih dari 6000 jiwa. 

Mengapa, dengan gempa sebesar 8,3 SR itu, tak banyak rakyat Chile yang menjadi korban?

Media-media internasional, termasuk BBC dan the New York Times menerbitkan laporan-laporan positif tentang kesiapan masyarakat dan pemerintah Chile menghadapi bencana, yang berimbas pada banyaknya nyawa yang bisa terselamatkan dalam kejadian gempa Rabu lalu. Semua terkait dengan prinsip-prinsip dasar pengurangan risiko bencana (PRB). 

Dalam ilmu PRB ada 3 faktor utama yang menentukan besaran risiko bencana: hazard (bahaya), vulnerability (kerentanan) dan capacity (kapasitas). Gempa - yang dalam kasus Chile tahun ini disusul dengan tsunami - hanyalah satu dari tiga faktor di atas. Pada dasarnya, gempa dan tsunami adalah hazards, atau bahaya. Gempa dan tsunami bisa mengakibatkan jatuhnya banyak korban dan kerugian - dan dengan demikian bahaya bertranformasi menjadi bencana - bila terjadi di wilayah yang masyarakatnya rentan dan tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menghindari bahaya tersebut; misalnya tidak memiliki pengetahuan tentang bencana, tidak memiliki kemampuan untuk membangun rumah yang kuat konstruksinya, atau tidak tahu cara mengevakuasi diri.

Tulisan ini akan menunjukkan bagaimana ketiga faktor tersebut saling berhubungan, dan bagaimana Chile sebagai negara yang memiliki bahaya yang besar mampu membangun kapasitasnya untuk menghadapi bahaya tersebut dan mampu mengurangi risiko bencana. 

Chile: Negara di Atas Tiga Lempeng Tektonik 

Dalam rentang waktu seabad sebelum Gempa 16 September 2015, Chile telah mencatat 15 gempa berkekuatan di atas 7 SR. Negara yang terletak di zona pertemuan tiga lempeng tektonik; lempeng Nazca, lempeng Amerika Selatan, dan lempeng Antartika - ini juga mencatat rekor gempa bumi terbesar sepanjang sejarah. Pada 22 Mei 1960, gempa berkekuatan 9.5 SR mengguncang Chile selama sekitar 10 menit. Gempa yang juga dikenal sebagai dinamai gempa Valdivia ini memicu tsunami yang tak hanya menghantam sepanjang pesisir Chile, namun juga melintasi Samudra Pasifik hingga mencapai Jepang, Hawaii, Filipina, Selandia Baru bagian Timur dan Australia bagian Tenggara. Kota Hilo di Hawaii pun ikut porak-poranda karena tsunami kiriman dari Chile ini. Sebagai pembanding, gempa Aceh 2004 melanda dengan kekuatan 9.0 SR dan mengirimkan gelombang tsunaminya ke 16 negara.

Dalam lima tahun terakhir, Chile telah mengalami tiga gempa bekekuatan lebih dari 8 SR. Di tahun 2010 gempa berskala 8,8 SR mengakibatkan tewasnya sekitar 525 penduduk di wilayah Concepción, kota terbesar kedua di Chile. Di tahun 2014, gempa berkekuatan 8,2 SR melanda dan memicu tsunami setinggi 2,1 meter di Iqueque, Pisagua, dan Arica. Penurunan jumlah korbannya cukup fantastis: 4 orang meninggal karena serangan jantung, dan seorang meninggal tertimpa tembok yang ambruk. Di tahun ini, gempa Illapel mengguncang di skala 8,3, dan mengirimkan tsunami setinggi 4,7 meter ke Coquimbo yang terletak di pesisir Barat negara ini.

Pusat gempa Concepción dan Illapel sama-sama dangkal; Concepción 2010 di kedalaman 35 km, dan Illapel 2015 di kedalaman 33 km. Gempa dangkal berskala besar memang cenderung lebih bersifat terasa guncangannya. Gempa Rabu (16/09) lalu juga mengakibatkan getaran yang sangat kuat, serta memicu peringatan dini tsunami di seluruh penjuru Samudra Pasifik.  

[caption caption="Peta Tektonik Chile. Sumber: http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/tectonic/images/southamerica_tsum.pdf"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun