"Di Balik Gempa Poso 17 Agustus: Tangis, Luka, dan Harapan di Tengah Reruntuhan"
Pagi itu, seharusnya masyarakat Poso merayakan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia. Namun, suasana khidmat berubah menjadi kepanikan ketika bumi berguncang hebat. Tepat pukul 06.38 WITA, Minggu 17 Agustus 2025, gempa berkekuatan M 5,8 atau banyak yang menyebutkan M 6,0 mengguncang Kabupaten Poso.
Dalam hitungan detik, dinding rumah roboh, atap gereja runtuh, dan jalanan dipenuhi warga yang berhamburan menyelamatkan diri. Ernius Bambe dan istrinya, sepasang suami istri yang tengah beribadah, menjadi korban jiwa setelah tertimpa reruntuhan bangunan. Kisah mereka meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan jemaat.
Sementara itu, di RSUD Poso, tangis keluarga pecah melihat kerabat mereka terbaring lemah. Total lebih dari 40 orang mengalami luka-luka, sebagian dengan kondisi kritis. Di balik jeritan kesakitan dan tangisan, tenaga medis berjuang siang malam memberikan perawatan terbaik.
Kehadiran Pemerintah dan Solidaritas
Tak berselang lama, Bupati Poso bersama Wakil Bupati, Ketua DPRD, dan sejumlah anggota DPRD hadir langsung di rumah sakit. Mereka menyalami para korban, memberikan semangat, sekaligus menyerahkan bantuan berupa sembako dan dana. Dari sana, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Desa Masani---salah satu desa yang terdampak cukup parah.
Di desa-desa lain, tim BPBD Poso sudah lebih dulu turun tangan. Mereka menyisir wilayah terdampak, menyalurkan makanan siap saji, melakukan asesmen kerusakan, serta memastikan bantuan darurat tersalurkan. Pemandangan warga yang menerima paket sembako dengan mata berkaca-kaca menjadi bukti betapa bantuan sekecil apa pun sangat berarti di tengah situasi genting.
Harapan dari Reruntuhan
Meski ratusan rumah rusak dan puluhan fasilitas umum tak lagi bisa digunakan, masyarakat Poso menunjukkan keteguhan hati. Gotong royong segera muncul. Warga bahu-membahu membersihkan puing, menolong tetangga, dan menyiapkan dapur darurat.
Gempa ini memang membawa luka, tetapi juga menghadirkan solidaritas. Masyarakat, pemerintah, dan relawan bersatu menghadapi bencana, dengan harapan Poso segera bangkit kembali.
Hari Kemerdekaan tahun ini bagi masyarakat Poso tak dirayakan dengan pesta rakyat atau upacara penuh warna, melainkan dengan doa dan air mata. Namun, di balik kepedihan itu, tersimpan sebuah pesan: bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan, melainkan juga mampu bangkit dari bencana dengan semangat persatuan dan saling peduli.