Mohon tunggu...
Afifatul Khoirunnisak
Afifatul Khoirunnisak Mohon Tunggu... Petani - Sarjana Pertanian

Menikmati perjalanan hidup dengan belajar dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Generasi 90: Kenangan yang Tak Terlupakan

29 April 2020   10:52 Diperbarui: 29 April 2020   10:58 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak bermain di alam bebas (sumber. Pixabay)

Kubuka kembali lembar demi lembar album foto. Menuju awal tahun 2000-an, tepatnya tahun 2001. Masa yang jauh berbeda dari sekarang. Masa mulai berkembangnya teknologi di Indonesia namun masih belum merata. 

Tahun dimana Gus Dur sebagai presiden dilengserkan dan diganti dengan Ibu Megawati. Namun, bukan itu yang ingin aku ceritakan. Melainkan masa-masa golden age ketika aku hanya mengenal bermain dan bersenang-senang, ketika menghabiskan waktu dengan gadis kecil berponi.

"Pohon pepaya, kamu jangan menangis ya!"
"Nggak papa, kita buat menangis lagi, terus kita cup-cup biar diam."

Gadis kecil berponi membuat garis pada batang pohon pepaya dengan menekankan kukunya, yang otomatis membuat getah pohon keluar. Aku mengikuti gerakannya, menekan pohon pepaya dengan membentuk garis, membuat pohon pepaya seolah-olah menangis. 

"Dadah pohon pepaya, nanti sepulang sekolah kita ketemu lagi ya."

Kedua gadis kecil itu memeluk pohon pepaya dan melambaikan tangannya.

Mereka meninggalkan pohon pepaya yang berada di sebelah rumahnya. Tas punggung berwarna merah muda tersampir di punggung kecilku dan tas berwarna ungu tersampir di punggung gadis kecil berponi. Kami memakai seragam TK berwarna hijau dan kaus kaki kebesaran berwarna putih.

Jarak rumah ke sekolah tidak cukup jauh, masih bisa ditempuh dengan jalan kaki melalui jalur terabasan. Sebuah jalan kecil di tengah tegalan dengan pagar pembatasnya tanaman ribang. Cukup teduh karena banyak pepohonan namun lumayan banyak nyamuknya.

Masa-masa yang paling kami sukai saat sekolah yaitu ketika jam istirahat dan saat pelajaran makan bersama. Setiap seminggu sekali ada satu sesi namanya makan bersama, entah hanya makan roti, bubur kacang hijau, ataupun makanan berat. Itu adalah hal-hal yang selalu kami tunggu.

Jajanan di sekolah saat itupun masih murah. Dengan berbekal uang saku 500 rupiah, kami sudah bisa mendapatkan bermacam-macam jajanan. Seperti cenil dan lupis (jajanan tradisional Jawa), permen payung, permen rokok (permen yang berbentuk seperti rokok), dan banyak jajanan lainnya. Oh iya, ada lagi satu jajanan favorit kami yaitu cilok kanji (terbuat dari terigu dan tepung pati). Pak Ni. Begitulah kami memanggil bapak yang berjualan cilok dari satu sekolah ke sekolah lain dengan mengayuh sepeda ontelnya.

"Hei, nanti sepulang sekolah nonton Teletubbies di rumahku ya. Setelah itu kita main masak-masakan." ajak gadis kecil berponi. Aku pun mengiyakan sambil terus bermain ayunan di depan kelas.

Saat itu kami belum mengenal teknologi bernama handphone. Sepulang dari sekolah kami habiskan waktu dengan bermain bersama. Melihat Teletubbies yang tayang tepat jam 10 pagi, bersepeda di depan rumah, bermain petak umpet, gobak sodor, congklak dan permainan tradisional lainnya. Kami tidak takut kotor dan tidak takut kepanasan. Bersenang-senang, itulah yang kami pikirkan.

Media bermain kami juga sangat sederhana. Bukan permainan modern dengan barang-barang mahal. Pecahan genteng di sebelah rumah kami manfaatkan sebagai piring saat bermain masak-masakan. Batu bata kami susun menjadi kompor. Daun singkong atau bunga tanaman hias milik tetangga kami jadikan bahan memasak. Meskipun ujung-ujungnya kena marah karena merusak tanaman milik mereka.

Kami banyak belajar dari alam. Bermain dalam hujan maupun teriknya matahari, yang mungkin membuat kami lebih kebal. Saat ada teman yang terluka atau jatuh, cukup kami carikan daun wedusan (bandotan) yang telah digulung dan kami tempelkan pada bagian tubuh yang terluka. Bisa juga getah daun yodium yang ampuh untuk menghentikan pendarahan.

Oh ya, ada juga hal yang paling kami benci saat itu, namun paling kami rindukan saat dewasa. Yups yaitu tidur siang. Ketika ada teriakan dari para orangtua kami, artinya kami harus meninggalkan segala permainan dan bersiap untuk tidur siang. Yang menurutku sangat menyebalkan.

"Nanti kalau sudah besar kamu ingin jadi apa?" Tanya gadis kecil berponi.
"Jadi apa? Ya jadi manusia lah." Jawabku sambil berpikir keras.
"Bukan seperti itu. Kalau aku ingin jadi dokter." Bantah gadis kecil berponi sambil menyeruput es teh nya.
"Aku ingin jadi apa ya? Polisi aja deh biar bisa menangkap penjahat." Balasku.
Begitu lah kami mulai membahas cita-cita meskipun sering berubah-ubah seiring waktu.

"Eh, dari teman sekelas ada yang kamu suka nggak?" Tanya gadis kecil berponi kepadaku.
"Aku suka semuanya." Jawabku tanpa pikir panjang.
"Loh nggak boleh harus ada satu orang yang disukai."
"Kenapa seperti itu? Hmm, yaudah aku suka Marks aja deh. Soalnya dia punya banyak permen."
"Kalau aku suka sama Alfan. Berarti mulai sekarang aku pacarnya Alfan, kamu pacarnya Marks." Balas gadis kecil berponi sambil senyum-senyum.
"Pacar itu apa ya?" Tanyaku polos.

Begitu lah masa kecil kami habiskan. Berimajinasi dan membayangkan hal-hal yang menyenangkan dengan pemikiran polos dan lugu. Bersekolah, makan, tidur, bermain, mengaji, dan bersenang-senang. Kami belajar banyak hal dan tumbuh dengan baik.

Ah, saat itu memang masa-masa menyenangkan yang sulit ditemui saat ini. Sekarang dengan semakin majunya teknologi, anak-anak lebih suka bermain gadget dibandingkan bermain diluar rumah. Permainan-permainan tradisional juga sudah banyak dilupakan.

Mungkin kami generasi 90-an beruntung karena masih sempat bertemu dengan masa-masa itu. Disamping itu kami juga beruntung karena bisa menikmati kemajuan teknologi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan seperti saat ini.

Eits, tapi masa-masa itu masih bisa diulang lagi kok. Coba deh sesekali ajak adik ataupun anak anda bermain seperti yang kita lakukan dulu. Sejenak menjauhkan anak-anak dari gadget dengan permainan tradisional seperti congklak, gobak sodor dan sebagainya. Pasti seru.

Malang, 29 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun