Mohon tunggu...
Afief Akbari
Afief Akbari Mohon Tunggu... Guru - Belajar

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Setting Model Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Pembelajaran Bahasa Arab yang Responsif Gender

12 Agustus 2020   10:08 Diperbarui: 12 Agustus 2020   09:57 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Konsep dasar model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

Dalam dunia pendidikan saat ini terdapat banyak sekali model pembelajaran yang bisa dipilih oleh guru ketika ingin melaksanakan pembelajaran, gunanya untuk mencapai hasil belajar yang maksimal dari tujuan dan kompetensi yang telah dirancang ataupun diharapkan sebelumnya, salah satu model pembelajaran yang sering kali didengungkan karena dikatan model pembelajaran ini sangat sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik di pembelajaran abad 21 ini yakni pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).

Pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw adalah pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok (disebut tim ahli) yang mana jumlahnya terdiri dari 4-6 siswa di setiap kelompoknya, dan pembagian kelompoknya dengan memperhatikan dari karakter siswa yang berbeda-beda. 

Lalu dari pembelajaran berkelompok ini diharapkan para siswa terbentuk dari diri ataupun pribadi mereka masing-masing akan ketergantungan yang positif antar sesama mereka disetiap kelompoknya, yang artinya para siswa memiliki tanggung jawab bagi diri mereka masing-masing dan juga tanggung jawab bersama teman satu kelompoknya selama pembelajaran berlangsung.

Adapun kaitan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw ini dengan pembelajaran bahasa Arab ialah karena penulis merasa banyak dari berbagai jenis materi ataupun keterampilan yang ada pada pembelajaran bahasa Arab yang itu bisa diterapkan dengan model pembelajaran ini. Contoh salah satunya yakni pada pembelajaran Qowaid.

Konsep dasar pembelajaran bahasa Arab yang responsif gender

Pada dasarnya merekayasa ataupun men-setting pembelajaran itu agar bisa menjadi pembelajaran yang responsif gender bisa dilakukan dengan melalui dua aspek, yaitu materi ajar yang artinya materi yang digunakan oleh guru sebagai bahan untuk diajar kepada muridnya, dan dalam hal ini kita harus memperhatikan akan setiap pesan yang terdapat pada materi yang ada di buku ajar tersebut, dari pesan yang disampaikan itulah kita akan mengetahui bahwa apakah telah tersampaikannya akan hal-hal kesetaraan dan keadilan gender atau malah belum, selanjutnya dari aspek yang kedua ini ialah terkait proses belajar mengajar, pada aspek yang kedua ini kita bisa mengamatinya mulai dari bagaimana pembelajaran di suatu kelas itu dirancang (terkait pendekatan, strategi, metode, sampai media yang akan digunakan dalam suatu pembelajaran tersebut) dan bagaimana implemetasi dari sesuatu yang telah dirancang tersebut hingga pada akhirnya bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan ataupun dilaksanakan, dan dari semua hal ini kita bisa mengukurnya apakah hal-hal terkait kesetaraan dan keadilan gender itu diperhatikan.(Dewi, 2018)

Untuk mewujudkan model pembelajaran yang responsif gender, suatu pembelajaran yang direncanakan oleh yang bersangkutan itu hendaknya dikonsep ataupun dirancang menuju arah pembelajaran yang sangat peka atau dengan kata lainnya sangat memperhatikan akan berbagai nilai maupun sikap yang diusung agar kesetaraan dan keadilan gender itu tercapai ataupun sesuai yang diharapkan maupun diinginkan. 

Pada tahapan merancang ataupun mendesain pembelajaran yang responsif gender ini, diharapkan untuk memperhatikan akan berbagai unsur dalam pendidikan, seperti: kebijakan ataupun peraturan pendidikan yang telah dimaklumatkan (baik itu peraturan yang dikeluarkan dari pusat ataupun secara khusus pada lembaga pendidikan masing masing), pengajar (dari kalangan guru maupun dosen yang peka ataupun memiliki sensitifitas akan nilai-nilai dari kesetaraan gender), sarana dan prasarana ataupun fasilitas yang akan digunakan dan dimanfaatkan oleh siswa ketika belajar, kurikulum (sangat perlu diidentifikasi terkait tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari apa yang dipaparkan dalam kurikulum dan apakah juga telah memperhatikan akan berbagai nilai dan sikap dari kesetaraan dan keadilan gender), sumber buku dari mana dan seperti apa yang akan digunakan dan juga media pembelajaran apa yang akan dipilih agar tercapainya pembelajaran yang diharapkan ini, dan dari unsur yang terakhir ialah bagaimana desain pembelajarannya, yang artinya dari awal pembukaan sampai penutup pada pertemuan tersebut. 

Lalu poin lain yang perlu digunakan untuk merancang suatu pembelajaran yang responsif gender ialah dengan mengunakan tolak ukur dari KKG (keadial dan kesetaraan gender) yang itu berupa akses yang bisa digunakan oleh siapapun, partisipasi bagi siapapun yang menginginkan, kontrol yang dilakukan secara merata, dan penerimaan manfaat secara keseluruhan. 

Unsur kedua yang perlu digunakan ialah Unsur Raw Input, terkait unsur ini, jika hal itu dalam ranah pembelajaran, maka unsur yang dimaksud adalah murid/peserta didik, dalam hal ini, sesuatu yang perlu diperhatikan ialah tentang minat ataupun ketertarikan si murid tersebut terhadap suatu mata pelajaran, yang artinya kita akan mengetahui bagaimana reaksi awal yang ditunjukkan oleh peserta didik ketika mempelajari suatu materi tersebut dan juga nilai ataupun bisa jadi sikap yang telah dimiliki oleh murid sebelumnya akan hal kebenaran dan kebaikan. 

Gestur ataupun reaksi ini yang bisa dijadikan alat untuk menimbang ketika ingin menganalisis atau boleh jadi merencanakan maupun menilai suatu pembelajaran yang responsif gender. Unsur yang ketiga ialah Unsur Environmental Input, terkait unsur ini dalam pembelajaran ialah lingkungan-lingkungan yang berada di dekat ataupun di sekitar murid, dan lingkungan itu seperti lingkungan kelas yakni teman-teman dari si murid, lingkungan sekolah (lingkup yang lebih luas lagi), lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat yang menjadi tempat keseharian dari si peserta didik. 

Pada akhirnya dari tiga unsur yang telah disebutkan sebelumnya (unsur dalam pendidikan, unsur Raw Input, dan unsur Environmental Input) dilaksanakan dalam model pembelajaran yang responsif gender menggunakan tahap secara bersama, saling membantu, dan selalu mencari pembaharuan untuk mencapai nilai dan sikap akan keadilan dan kesetaraan gender yang ingin dicapai.(Bakhri dkk., 2016)

Setting pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk pembelajaran bahasa Arab yang responsif gender

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai ciri yang mudah untuk dipahami bagi yang membacanya yakni suatu proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam bentuk kelompok kecil, dan pembagian kelompok tersebut harus dilakukan secara heterogen yang artinya heterogen disini ialah beraneka ragam ataupun terdiri dari berbagai unsur yang sifatnya berbeda-beda dan jenisnya berlainan, ini merupakan poin yang bisa dikatakan sangat mudah dimengerti jikalau berbicara tentang kooperatif tipe jigsaw. 

Sama halnya dengan pembasahan akan pembelajaran yang responsif gender, hal yang paling mudah untuk dipahami tentang hal ini ialah pembelajaran yang sadar akan nilai-nilai dan sikap yang diusung oleh kesetaraan dan keadilan gender.

Setelah pemaparan panjang lebar akan penjelasan dari model kooperatif tipe jigsaw & penjelasan dari pembelajaran yang responsif gender, kita akan mengetahui bahwa tipe ini bisa digunakan pada pembelajaran bahasa Arab yang merespon akan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender. 

Yang pertama pada model kooperatif tipe jigsaw jika kita memahami penjelasannya, di situ terdapat kata kunci yaitu pembagian kelompok yang dilakukan dengan cara heterogen (sifat yang berbeda & jenis yang berlainan), dan hal ini yang apabila diidentifikasi dan dipahami menunjukkan bentuk ataupun ciri yang juga diusung & selalu disuarakan tentang kesetaraan dan keadilan gender, bukan tanpa alasan dengan adanya pernyataan seperti ini, ketika kita telah mengetahui tentang keheterogenan suatu kelompok yang telah dibagi, artinya gambaran dari kegiatan belajar mengajar yang diharapkan terjadi nanti akan sangat memungkinkan dalam hal akses, partisipasi, hingga penerimaan manfaat pun terlaksana secara adil dan merata, dan kontrolnya pun nanti akan merata tanpa membeda-bedakan hak gender yang itu dengan cara memancang jenis kelamin. 

Contohnya ketika para siswa dalam suatu kelompok kecil sedang mendiskusikan materi tentang jumlah fi'liyah dan jumlah ismi'ah, setelah mereka melakukan diskusi, guru meminta kelompok tersebut mempresentasikan dari hasil diskusiannya tersebut, dan apabila di dalam suatu kelompok tersebut terdapat anak perempuan, kita harus memastikan bahwa pembagian untuk mempresentasikan materi tersebut terbagi secara rata, karena pada umumnya anak laki-laki akan mendominasi dalam suatu kelompok ataupun forum, sehingga berpotensi menjadikan siswa perempuan bisa jadi hanya sebagai pelengkap di suatu kelompok ataupun forum saja, maka dari itu guru perlu memberi himbauan kepada setiap ketua kelompok ataupun langsung dihimbau secara keseluruhan agar anak perempuan pun akan mendapatkan hak belajar yang sama secara merata layaknya anak laki-laki ketika pembelajaran berlangsung.

Daftar Pustaka

Bakhri, A., Faryati, S., & Rozak, P. (2016). MODEL PEMBELAJARAN RESPONSIF GENDER DI STIT PEMALANG. 1.

Dewi, S. M. (2018). PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN RESPONSIF GENDER DI PAUD AININA MEJOBO KUDUS. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 1(1), 119.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun