Mohon tunggu...
Wafaul Ahdi
Wafaul Ahdi Mohon Tunggu... Jurnalis - MAHASISWA

Affah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Benar Dimaki, Aku Salah Dibenci

30 September 2020   08:48 Diperbarui: 30 September 2020   08:58 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lifestyle.kompas.com

Aku hanya anak kecil yang butuh arahan, bukan bentakan.

Terjebak di keluarga Toxic bukan pilihanku, melainkan ini takdirku. Keluarga yang sejatinya menjadi sumber kebahagiaan tetapi justru keluarga bagiku adalah sumber petaka. Untuk mendapatkan kenyamanan dan ketenangan di rumah merupakan suatu hal yang sangat amat sulit ditemukan. Mungkin kenyamanan dan ketenangan itu akan aku dapatkan di akhir hidupku kelak.

Tidak banyak orang tua yang menyadari bahwa sesungguhnya mereka adalah orang tua yang toxic, berlaku semena-mena seakan-akan lupa bahwasannya buah hatinya juga manusia. Yang di fikirkan hanya kesal, kesal, kesal yang akan membahayakan mental. Keluarga yang merupakan titik dimana aku memulai kehidupan menjadi awal penyebab diriku menjadi penakut dan trauma berkepanjangan.

Boro-boro aku ingin bermanja-manja dengan orang tuaku, aku memikirkan bagaimana caranya sehari tanpa di marahi orang tuaku saja sulit sekali. (Ujar lirih)

Aku menjalani hari-hari kehidupanku dengan berusaha memecahkan masalahku sendiri.  Karena sejak aku kecil aku tidak pernah di berikan arahan. Ketika aku berbuat kesalahan aku hanya di maki-maki tetapi tidak diselipkan bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah yang ku perbuat. Sehabis maki-maki terkadang tangan ikut bermain sehabis itu pergi meninggalkanku tanpa meninggalkan jejak arahan sedikitpun.

Ibarat balon yang terus di tekan lambat laun akan meletus. Itulah gambaran yang mewakiliku. Kalau aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri mungkin saja dari dulu aku sudah minggat. Karena keluar dari zona toxic selalu membayangi pikiranku. Rasanya ada yang selalu membisikkan di telinga kiriku "ayo keluar, ngapain bertahan, ngapain bertahan". Tetapi ada yang menangkis di telinga kananku "Dengan pergi apa akan membuat kamu bahagia?". Akhirnya kembali berfikir dan mulut berkata "Oh iya ya"

Tetapi dunia ini rasanya memang benar-benar tidak adil terkadang aku yang benarpun tetap di bentak dan di omelin dengan tuduhan aku berbohong lah, aku tidak benar lah. Aku benar saja tetapi di perlakukan demikian apalagi aku berbuat salah. Sepertinya aku ingin menjadi patung saja yang diam tegak tidak beraktivitas dan tidak di marahi orang tuaku, daripada menjadi manusia yang selalu melakukan sebuah aktivitas yang tidak menutup kemungkinan terdapat sebuah kesalahan di dalamnya.

Ketika aku kecil aku pernah menumpahkan air ke lantai, berdebar jantungku bagaimana caranya aku bisa menghilangkan air sebanyak yang di tumpahkan itu. Aku berfikir apa airnya aku sedot saja, atau aku butuh kipas angin untuk mengeringkannya atau bisa juga aku berguling-guling di lantai yang basah tersebut sampai akhirnya airnya menyerap di bajuku. Jika orang tua selayaknya memberikan arahan bagaimana anak dapat memecahkan masalah yang di perbuatnya tetapi orang tuaku ya hanya bentak-bentak saja. 

Seharusnya menjadi orang tua yang bijak adalah memberikan arahan, setelah itu meninggalkan tidak menjadi masalah karena anak mampu menyelesaikan permasalahan nya sendiri dan ini tentunya akan melatih jiwa anak menjadi lebih mandiri. Bagaimana sikap yang seharusnya?

"Nak, tuh lihat lantainya basah. Kalau lantainya basah biar cepat kering kamu ambil lap kering lalu di taro di lantai yang basah itu kemudian agak di gosok-gosokkan agar cepat menyerap lalu kalau kiranya airnya sudah menyerap, lapnya kamu ambil dan di taro di tempat yang panas, atau berangin agar lap itu kering kembali seperti semula, faham?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun