Mohon tunggu...
Afandri Adya
Afandri Adya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Afandri Adya, penulis lepas yang juga aktif di dua organisasi nirlaba : SCALA Institute dan SCALA Foundation

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Saham BUMI Gonjang-ganjing

10 Oktober 2012   10:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:59 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak diumumkannya penyelidikan oleh Bumi Plc atas dugaan penyimpangan keuangan dan operasi anak perusahaannya : PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU), sebagian saham perusahaan grup Bakrie turun tajam. Selain BUMI dan BRAU, penurunan juga terjadi pada saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) dan PT Viva Media Asia Tbk (VIVA). Sedangkan untuk saham PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR) dan PT Darma Henwa Tbk (DEWA), dalam beberapa hari terakhir tidak terjadi transaksi. Kedua saham ini telah menyandar di posisi Rp 50, atau berada pada harga terbawah saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Di Bursa London, saham Bumi Plc juga terkena koreksi tajam. Emiten yang sebelumnya bernama Vallar Plc ini, tertekan 46,33% pada perdagangan 21 dan 24 September 2012.

Berdasarkan informasi yang beredar, rencana penyelidikan oleh Bumi Plc itu bermula dari adanya dugaan penyelewengan penggunaan dana pengembangan BUMI sebesar USD 247 juta dan biaya eksplorasi BRAU sebanyak USD 390 juta. Kedua pengeluaran tersebut tidak tercantum dalam laporan keuangan Bumi Plc pada akhir tahun 2011. Dalam pengumuman resminya tanggal 24 September 2012, Bumi Plc hanya mengatakan telah terjadi penyimpangan dana di dua anak usahanya, tanpa merinci obyek penyimpangan tersebut. Meskipun begitu, langkah Bumi Plc yang hendak melakukan investigasi dianggap sebagian pihak terlalu terburu-buru. Apalagi jika sumber informasinya belum jelas benar. Pembelian BUMI oleh Vallar Plc pada tahun 2010 lalu, mestinya sudah melalui proses uji tuntas (due diligence). Dan jika kini terjadi penyelewengan, seharusnya sebelum melakukan pembelian, Vallar Plc sudah bisa mencium adanya gelagat yang kurang baik. Ini malah mereka yang berambisi untuk masuk sebagai pemegang saham BUMI. Kejanggalan lain adalah dibeberkannya perkara ini ke khalayak ramai, sehingga terjadi kasak-kusuk di kalangan investor. Padahal kasus ini sebenarnya adalah urusan internal antara induk dan anak perusahaan, yang seharusnya bisa diselesaikan di dalam.

Banyak pengamat menduga, hal ini merupakan bagian dari skenario Bumi Plc untuk mengambil alih BUMI di harga murah. Mendengar informasi tersebut, Bapepam-LK segera melakukan pemeriksaan. Walau di tengah jalan pemeriksaan itu dihentikan. Ngalim Sawega, Plt Ketua Bapepam-LK menyatakan, penghentian ini dikarenakan tidak ditemukannya fakta material atas dugaan penyelewengan kinerja keuangan BUMI. Bapepam-LK akan menunggu pemeriksaan lebih lanjut dari pihak independen.

Menjawab berbagai tudingan yang berkembang selama ini, tanggal 2 Oktober 2012 manajemen BUMI dan BRAU melakukan paparan publik. Dalam keterangannya mereka mengatakan bahwa sampai tanggal tersebut tidak ada investigasi yang dilakukan oleh Bumi Plc. Pada kesempatan itu pula, Ari Hudaya, Presiden Direktur BUMI sempat curhat terkait adanya usaha keluarga Rotschild untuk merusak rumah tangga perusahaan. Ari menuding bahwa investigasi yang hendak dilakukan Bumi Plc, sebagai langkah untuk merusak citra perusahaan. Meski telah menggelar public expose, namun hal ini tak mengurangi rasa penasaran masyarakat. Terutama mengenai penyelewengan dana yang santer disebut-sebut oleh media massa belakangan ini.

Terlepas dari benar tidaknya rumor penyelewengan keuangan BUMI, namun jika dilihat dari kinerja perusahaan yang tergabung dalam grup Bakrie, hampir seluruhnya mengalami kerugian. BUMI sendiri berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2012 mengalami kerugian sebesar Rp 3 triliun, dengan total hutang lebih dari Rp 40,5 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 2,4 triliun tergolong sebagai hutang jangka pendek. Oktober ini, seharusnya BUMI membayar cicilan hutangnya ke China Investment Corp (CIC) senilai total USD 1,9 miliar. Untuk menutupi hutang sebesar itu, manajemen BUMI berencana untuk melakukan right issue. Kinerja BRAU juga tak jauh berbeda dengan apa yang disajikan BUMI. Dalam laporan keuangan per 30 Juni 2012, BRAU membukukan kerugian sebesar Rp 434 miliar, dengan total hutang mencapai Rp 8,8 triliun.

Dari kejadian ini publik menduga ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh manajemen BUMI, sehingga menimbulkan kepanikan luar biasa di kalangan investor. Seharusnya sebagai perusahaan publik, BUMI harus segera mengumumkan informasi yang sekiranya penting untuk diketahui masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kecemasan seperti sekarang ini. Lagian aturan pasar modal juga mewajibkan hal itu, agar terciptanya Bursa Efek Indonesia yang wajar dan efisien.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun