✍️ Oleh: Dr. (Cand.) H. Marzuki, S.H., M.H., CIM.
Pemerhati Hukum Keluarga Islam dan Isu Politik, Sosial Keagamaan.
Fenomena yang Semakin Nyata
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia memaparkan laporan menarik tentang fenomena childfree di tahun 2023. Dalam survei terhadap kelompok perempuan, ditemukan bahwa ada 71 ribu perempuan berusia 15 hingga 49 tahun yang mengaku tidak ingin memiliki anak. (Sumber: detik.com)
Figur publik Gita Savitri, yang dikenal sebagai salah satu pendukung gaya hidup childfree, pernah menyatakan bahwa tidak memiliki anak adalah salah satu cara untuk “tetap awet muda.” Pernyataan ini sempat menjadi perbincangan hangat dan membuka diskusi besar soal nilai keluarga, kebebasan, dan pandangan agama terhadap keputusan untuk tidak memiliki anak.
Antara Tren Modern dan Nilai Religius
Fenomena childfree—yakni keputusan sadar pasangan untuk tidak memiliki anak—semakin banyak muncul di masyarakat urban.
Sebagian melihatnya sebagai bentuk kebebasan modern: pilihan rasional untuk fokus pada karier, menjaga kesehatan mental, atau menata ekonomi.
Namun bagi sebagian lainnya, terutama dari sudut pandang Islam, keputusan ini tidak sesederhana itu.
Ia menyentuh hal mendasar dalam ajaran agama: hak individu di satu sisi, dan amanah ilahi di sisi lain.
Anak sebagai Karunia dan Amanah
Dalam Islam, anak dipandang sebagai zīnatul ḥayāt al-dunyā — perhiasan kehidupan dunia (QS. Al-Kahfi: 46).
Bukan sekadar sumber kebahagiaan, tetapi juga tanggung jawab moral dan spiritual.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Menikahlah dengan wanita yang penyayang dan subur, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan umat lain pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Hadis ini menunjukkan bahwa keturunan bukan hanya urusan biologis, melainkan bagian dari visi kenabian: melanjutkan generasi beriman dan beramal saleh. Karena itu, menolak keturunan secara mutlak tanpa alasan syar‘i dianggap menyimpang dari tujuan utama pernikahan dalam Islam.