Mohon tunggu...
Adrianus Bareng
Adrianus Bareng Mohon Tunggu... Guru - Mengabdi Pada Nilai

Guru Bahasa Indonesia,Penulis,Pegiat Literasi di SMP Frater Maumere,Flores NTT

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

PDA dan VIDA dalam Dunia Maya

21 Maret 2019   06:43 Diperbarui: 21 Maret 2019   08:01 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

 Oleh: Adrianus Bareng dan Yosef Molo 

Public Display of Affection (PDA) adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang menunjukkan ikatan dengan orang lain dengan cara demonstrasi fisik dari hubungan antar orang-perorang, di mana ada orang lain yang melihatnya. Mengumbar kemesraan di depan umum atau berpegangan tangan atau berciuman di muka umum dianggap lumrah.  

Kendati bentuk PDA tidak dapat diterima di tengah masyarakat Indonesia. Namun PDA pada saat ini tidak hanya dilakukan di ruang publik, melainkan juga di Media Sosial (Medsos) yang dikenal dengan istilah Virtual Display of Affection.

Public Display of Affection (PDA) adalah suatu tindakan intim pasangan yang dipertontonkan kepada khalayak. Aksi ini merupakan sikap atau perilaku yang tidak dapat diterima di kalangan masyarakat Indonesia. 

Karena bersentuhan langsung dengan budaya dan moralitas-religius masyarakat ketimuran. Tak ada salahnya, seseorang menunjukkan kasih sayangnya. Namun jika itu dilakukan di depan umum, maka orang itu telah melanggar rambu-rambu moralitas budaya yang dianut.  

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin mutakhir, berkembang pula sistem komunikasi, maka PDA juga dipertontonkan melalui Medsos. Menguploads atau mengunggah foto-foto yang tak pantas menurut ukuran masyarakat di dunia Social Media (Media Sosial)  bukan lagi sesuatu yang tabu. 

Berbagai alasan dikemukakan antara lain agar jati diri yang bersangkutan dapat dikenal publik, dan sederetan alasan lain yang dilihat sebagai sebuah pembenaran diri.

Kehadiran internet yang membuka jalan new media untuk hadir di tengah masyarakat yang memberikan kemudahan layanan dalam berinteraksi serta berkomunikasi dengan sesama pengguna membawa pengaruh besar dan kemudian membentuk budaya baru dalam berkomunikasi. Fleksibilitas media dan kemudahan akses internet membuat setiap orang dapat terhubung dan berkomunikasi satu dengan lainnya tanpa harus bertatap muka, di mana pun dan kapan pun.

Kehadiran new media memungkinkan perbedaan ruang dan waktu bukan  lagi menjadi alasan penghambat komunikasi antar manusia. Media baru yang lebih populer dengan istilah Medsos dalam dunia maya, semakin menanamkan cengkramannya dalam berbagai profesi manusia. 

Creeber dan Martin dalam Mondry (2008: 13), mendefenisikan media baru atau new media sebagai produk dari komunikasi yang termediasi teknologi yang terdapat bersama dengan komputer digital. 

Contoh dari media yang sangat merepresentasikan media baru adalah internet. Jenis media baru sekaligus media online yang paling populer saat ini adalah Social Media yang juga sering disebut Social Networking (Media Sosial). Media Sosial adalah aplikasi yang mengizinkan user atau penggunanya berbagi informasi pribadi seperti biodata dan foto aktivitas sehari-hari sehingga dapat terhubung dengan orang lain.

Salah satu Media Sosial yang popular adalah Facebook. Facebook (fb) adalah sebuah situs web jejaring sosial populer yang diluncurkan pada 4 Februari 2004. 

Fb didirikan oleh Mark Zuckerberg seorang mahasiswa Harvard kelahiran 14 Mei 1984 dan mantan murid Ardsley High School. Pada awal awal kuliahnya situs web jejaring sosial ini, keanggotaannya masih terbatas untuk mahasiswa dari Harvard College. 

Dua bulan kemudian, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Universitas Bosston, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. 

Banyak perguruan tinggi yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat surat-e suatu universitas (seperti: . edu, . ac, . uk, dlsbnya) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini.

Seorang pengamat Media Sosial, Nukman Luthfie berpendapat tujuan utama orang membuat akun Media Sosial adalah untuk membuktikan eksistensi diri (jati dirinya secara persona).

 Begitu beragam dan bebasnya hal yang dapat di lakukan di Media Sosial membuat para pemuda-remaja berlomba-lomba mengunggah berbagai hal yang tidak semuanya diinginkan publik. Bagi sebagian orang, hal ini dirasakan sebagai hal yang membosankan, bahkan dirasakan kurang pantas untuk dipublikasikan. 

Namun bagi orang tertentu, dengan meng-uploads, mengunggah hal-hal yang bersifat pribadi, yang seharusnya tidak dilakukan di ruang publik dirasakan lumrah untuk dilakukan.  Karena hal inilah yang mendorong para user Media Sosial terbawa pada sikap laku yang menyimpang, yang merjerumuskannya ke hal-hal yang bersifat negatif. 

Beberapa pengguna Media Sosial di berbagai kalangan termasuk kalangan selebritis tidak segan-segan memperlihatkan foto atau video mesra bersama teman dekat atau pacar di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path dan Snapchat, Line, BBM dan WA.

Baik aksi PDA maupun VDA sebenarnya terletak pada Motif. Motif merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang meyebabkan ia berbuat sesuatu. Motif memberikan tujuan dan arah kepada tingkah laku manusia (Gerungan, 2010:151). 

Hal ini didukung juga oleh teori behaviorisme law of effects bahwa perilaku yang tidak mendatangkan kesenangan tidak akan diulangi; artinya kita tidak akan menggunakan media bila media tersebut tidak memberikan rasa puas dan kebutuhannya. Jadi jelaslah orang menggunakan media karena didorong oleh motif-motif tertentu (Rakhmat, 2009: 207 dan Rahayu, 2015).  

Menurut McGuire dalam (Rakhmat, 2011: 211-213), dalam Psikologis Motivasional, mula-mula motif dikelompokkan pada dua kelompok besar yaitu kognitif dan afeksi. Untuk Selanjutnya ia menandaskan bahwa teori afektif merupakan penekanan aspek perasaan dan kebutuhan untuk mencapai tingkat emosional tertentu. 

Motif afektif ditandai oleh kondisi perasaan atau dinamika menggerakan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu. Ada delapan motif menurut McGuire. Ia membuat kategori yang ditujukan untuk memelihara stabilitas psikologis dan motif-motif dalam mengembangkan kondisi psikologis, yaitu; 

Pertama, Teori Reduksi Tegangan  yaitu manusia sebagai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada pengurangan ketegangan. Manusia berusaha menghilangkan atau mengurangi tegangan dengan mengungkapkannya, kendati hal itu tidak pantas untuk ditonjolkan.  

Kedua; apa yang disebut dengan Teori Ekspresif menyatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkapkan eksistensi dirinya. 

Ketiga, teori motivasi yang dikenal dengan Teori ego defensif memandang manusia mutlak mengembangkan citra diri (jati diri)  tertentu dan berusaha dan berupaya untuk mempertahakan citra dirinya, serta berusaha hidup sesuai dengan diri dan dunianya. 

Keempat; Teori Peneguhan, memandang manusia dalam situasi tertentu akan bertingkah laku dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran (informasi, hiburan, dan hubungan dengan orang lain).

Kelima; Teori Penonjolan Diri yakni manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus sosial, tergerak untuk selalu mengembangkan seluruh potensinya dirinya demi memperoleh penghargaan dirinya dari orang lain. 

Keenam; Teori Afiliasi memandang manusia adalah makhluk yang selalu mencari kasih sayang dan penerimaan orang lain. Ingin memelihara hubungan baik dalam hubungan interpersonal dengan saling membantu dan saling mencintai, satu sama lain. 

Ketujuh; Teori Identifikasi, melihat manusia sebagai pemain peran yang berusaha memuaskan egonya dengan menambahkan peranan yang memuaskan pada konsep dirinya. 

Kedelapan; Teori Peniruan memandang manusia secara otomatis cenderung berempati dengan orang di sekitarnya, mengamati dan meniru perilakunya.

Semua teori yang telah dipaparkan penulis, memang bersentuhan dengan dorongan yang ada dalam diri manusia dan bahkan menjadi dasar pembenaran untuk mengekspresikan dirinya di tengah kehidupan masyarakat. 

Hanya saja, ekspresi atau wujud nyata seseorang untuk menunjukkan diri di tengah kehidupan masyarakat luas (publik) sangat terganggu, ketika hal-hal yang ditunjukkan melalui Medsos, mengusik dan melanggar rasa moralitas-religius masyarakat kita.

Menghadapi PDA dan VDA yang kian marak dibutuhkan suatu sikap dari kita semua untuk meminimalisir aksi seperti itu. Seseorang dituntut untuk menciptakan kondisi batin (disposisi batin) yang kuat dalam menangkal aksi PDA dan VDA. Perlu niat dan kehendak yang tulus untuk senantiasa membangun dan menumbuhkan motivasi spiritual-keagaman yang kuat. 

Penting juga untuk dimiliki dalam diri: adalah Kecerdasan Spiritual-Keagamaan, di samping Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosi, serta Kecerdasan Sosial. 

Walaupun aksi PDA dan VDA merajalela, namun jika kita memiliki motivasi diri yang kuat dengan berbagai kecerdasan, khsusnya Kecerdasan Spiritual Keagamaan, hal tersebut bukan tidak mungkin dapat diminimalisir, tetapi juga bisa di eliminir.

Disadur dan dikumpulkan dari berbagai Sumber         

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun