Mohon tunggu...
Adrian Muhammad Farrel
Adrian Muhammad Farrel Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya Adrian Muhammad Farrel, Mahasiswa Aktif Universitas Siliwangi yang memiliki ketertarikan dengan sejarah dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Untuk Semua Di Era Digital: Analisis Kritis Terhadap Ketimpangan Akses, Kesenjangan Teknologi, Dan Implikasinya Bagi Pemerataan Mutu

15 Oktober 2025   12:15 Diperbarui: 15 Oktober 2025   12:16 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Era digital menjanjikan kesetaraan, namun tanpa pemerataan infrastruktur, teknologi justru menjadi wajah baru dari ketimpangan pendidikan. Pendidikan   dasar    memegang peranan  strategis  dalam  membentuk pondasi sumber daya manusia (SDM) yang  berkualitas  dan  berdaya  saing di  Indonesia,  sebagaimana  tercermin dalam  amanat  Undang-Undang  No. 20  Tahun    2003    tentang    Sistem Pendidikan  Nasional  Pasal  3,  yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional  berfungsi  mengembangkan kemampuan  dan  membentuk  watak serta  peradaban  bangsa.  Pendidikan dasar menjadi tangga awal yang tidak hanya  membekali  peserta  didik dengan   pengetahuan   dasar,   tetapi juga nilai-nilai karakter,logika berpikir, serta kecakapan hidup dasar. Dalam konteks  pembangunan nasional  jangka  panjang,  pemerintah Indonesia menempatkan  pendidikan dasar  sebagai prioritas Data Kemdikbudristek (2022) menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dengan reputasi baik    cenderung terkonsentrasi di pusat kota, sedangkan di pinggiran atau pedesaan    masih    banyak    sekolah dengan keterbatasan tenaga pendidik,    sarana    prasarana,    dan kualitas    pengajaran    (Wahyuni    & Rahayu, 2020). Konsekuensinya, siswa   yang   berdomisili   di   wilayah dengan infrastruktur pendidikan rendah   memiliki   kemungkinan   kecil untuk memperoleh pendidikan berkualitas, memperbesar ketimpangan  yang  justru  ingin  diatasi oleh  kebijakan  zonasi  itu sendiri. Ketimpangan ini memperjelas adanya ironi   kebijakan   yang   baik   secara konsep, namun lemah dalam implementasi.
Era digital menawarkan peluang untuk   mengatasi   keterbatasan  fisik melalui pemanfaatan teknologi pendidikan. Platform daring, pembelajaran   hybrid,   serta   konten digital   berbasis   kurikulum   nasional memungkinkan  siswa  belajar  tanpa bergantung penuh pada lokasi geografis.  Namun,  fakta  di  lapangan menunjukkan    bahwa    transformasi digital  belum  merata.  Survei  Kominfo (2023)  mengungkapkan  bahwa  43% rumah  tangga  di  wilayah  Indonesia timur  belum  memiliki  akses  internet yang  stabil,  sementara  hanya  36% sekolah   dasar   di   luarJawa   yang memanfaatkan Learning Management  System  (LMS)  secara efektif    (Utami   &   Widodo,  2022). Ketidaksetaraan digital ini menciptakan "digital    divide"  yang memperparah    ketimpangan    akses pendidikan   dasar   dan   membatasi manfaat teknologi hanya pada wilayah dan  kelompok  yang  sudah memiliki privilese teknologi. Studi  Yuliana (2021). Lebih lanjut menggaris bawahi ketimpangan distribusi sekolah unggulan di wilayah urban, tetapi mengabaikan ketimpangan akses  internet    dan ketersediaan perangkat digital sebagai  faktor  penentu  baru  dalam era digitalisasi pendidikan.
Di sisi lain, studi   oleh   Wibowo dan Prasetyo (2022) menyentuh isu  ketimpangan digital, namun tidak  mengaitkannya langsung  dengan  kebijakan  zonasi. Sementara   penelitian    dari    Dewi (2020) hanya menilai persepsi masyarakat   terhadap   zonasi   tanpa menggali implikasi teknologinya. Dengan demikian, terdapat celah penelitian  (research gap) yang signifikan,   yakni   kurangnya   kajian interseksi   antara   kebijakan   zonasi dan   disparitas   akses   digital   dalam konteks pendidikan dasar.
Di indonesia saat ini kesenjangan akses pendidikan menjadi hal yang paling banyak ditemukan dilapangan, kesenjangan akses ini meliputi akses internet,infrastruktur, dan yang paling utama adalah kompentensi guru tersebut. Banyak sekolah yang ada di indonesia secara infrastruktur memadai tetapi dari segi kompetensi guru kurang optimal, ini dikarenakan berbagai faktor yang saling berkaitan, mulai dari kelemahan seleksi dan pendidikan guru hingga kurangnya dukungan profesional berkelanjutan. kedua, kemampuan pedagogik guru sering terhambat oleh kurangnya pemahaman kurikulum baru, ketergantungan pada buku teks, penggunaan media pembelajaran yang minim, dan keterbatasan keterampilan ICT (teknologi informasi dan komunikasi).
Solusi untuk menanggapi hal hal tersebut bisa mulai mengatasi rendahnya kompetensi guru di Indonesia, diperlukan pendekatan sistemik yang menyentuh aspek rekrutmen, pendidikan, pengembangan profesional, dan kesejahteraan. Pertama, proses rekrutmen calon guru harus diperketat dengan menekankan kualitas akademik, integritas, dan motivasi mengajar. iperlukan penguatan budaya profesional di sekolah melalui kolaborasi, supervisi akademik yang konstruktif, dan dukungan kepala sekolah sebagai instructional leader. Guru perlu dibiasakan melakukan refleksi pembelajaran, penelitian tindakan kelas (PTK), serta berbagi praktik baik antar sejawat.
Transformasi pendidikan di era digital membawa harapan besar bagi terciptanya pemerataan mutu pendidikan nasional. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ketimpangan akses terhadap teknologi, infrastruktur, serta kompetensi guru masih menjadi tantangan utama. Kesenjangan digital bukan hanya masalah teknis, tetapi juga sosial dan struktural yang menghambat prinsip keadilan pendidikan. Oleh karena itu, digitalisasi pendidikan harus dipandang sebagai sarana untuk memperluas kesempatan belajar, bukan memperlebar jarak antara yang mampu dan yang tertinggal.  
Pemerintah perlu memperkuat pemerataan infrastruktur digital di daerah tertinggal. meningkatkan pelatihan literasi digital bagi guru dan siswa, serta memastikan kebijakan pendidikan berpihak pada kelompok yang paling rentan. Dunia pendidikan juga perlu membangun ekosistem pembelajaran yang adaptif, kolaboratif, dan berkelanjutan. Sementara itu, masyarakat dan sektor swasta diharapkan berperan aktif dalam mendukung penyediaan fasilitas serta konten pembelajaran digital yang inklusif dan terjangkau.
Sudah saatnya seluruh elemen bangsa bersinergi untuk mewujudkan cita-cita “pendidikan untuk semua.” Mari jadikan teknologi bukan sebagai pemisah, melainkan jembatan menuju masa depan pendidikan yang merata, berkeadilan, dan berdaya saing. Dengan komitmen bersama, setiap anak Indonesia dapat menikmati hak yang sama untuk belajar, berkembang, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa di era digital.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun