Saya baru hari ini (30/04/2013) teregistrasi di Kompasiana. Sejak 2008, secara resmi saya tercatat sebagai warga Indonesia dibawah wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta, jadi bisa dibilang saya juga baru di Jakarta. Secara politik, saya tidak berafiliasi dengan salah satu kelompok politik.
Kenapa saya mendaftar di Kompasiana?
Kemarin, Kamis sore (29/04/2013) di wilayah permukiman saya di Kecamatan Cilincing kembali terjadi konflik pemanfaatan ruang-mungkin di Kompasiana lebih populer dengan sengketa tanah. Ingin berbagi dengan sesama kompasioner secara detail kasus yang dialami oleh warga di permukiman saya, namun sebelum menulis hal tersebut, baru saya ketahui ternyata yang menjadi perhatian media di Jakarta sekarang adalah Waduk Pluit. Setali tiga uang, substansi persoalan warga di permukiman tempat saya tinggal dan Waduk Pluit itu sama. Jadi saya putuskan untuk berbagi analisa singkat tentang persoalan Waduk Pluit dulu ketimbang persoalan warga di permukiman tempat saya tinggal.
Butuh waktu 2 jam googling mencari sumber informasi publik yang tersedia berikut menuliskan analisa spasial singkatnya. Selamat membaca!
Waduk Pluit di RTRWP 1999 DKI Jakarta
Waduk Pluit: penataan ruang yang tidak tertata Seperti provinsi lainnya di Indonesia, pemprov DKI Jakarta juga menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menjadi panduan pemprov dalam mengalokasikan ruang untuk membangun daerahnya. RTRW DKI Jakarta mulai diperkenalkan setidaknya sejak penetapan Perda Nomor 5 tahun 1984, kemudian diubah menjadi Perda Nomor 6 tahun 1999 (RTRWP 1999) dan terakhir kembali diubah menjadi Perda Nomor 1 tahun 2012 (RTRWP 2012). Waduk Pluit Anda pasti sudah tahu, ada banyak bangunan rumah semi-permanen, lapak pemulung, dan warung sederhana yang dibangun didalam kawasan resepan air waduk pluit, tapi; Saya baru tahu, secara spasial dengan acuan RTRWP 1999; luas waduk Pluit mencapai 84 hektar yang dipertahankan statusnya sebagai karya taman dengan fungsi kawasan lindung. Sementara kurang lebih 18 hektar wilayah di sekeliling waduk pluit ditetapkan sebagai wisma taman/kawasan resapan air dengan fungsi kawasan lindung pula. Saya baru tahu,secara spasial dengan mengacu pada RTRWP 2012, kawasan waduk pluit telah berkurang sebanyak 10 hektar, dari semula 84 hektar (berdasarkan RTRWP 1999) menjadi 74 hektar, sementara kawasan resapan air waduk pluit telah berkurang sebanyak 4 hektar, dari semula 18 hektar (berdasarkan RTRWP 1999) menjadi 14 hektar dalam RTRWP 2012. Saya baru tahu, dengan tetap mengacu pada RTRWP 1999, telah berdiri sedikitnya 7 bangunan mewah dan sudah bersertifikat hak milik yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) diatas tanah seluas 3,424 m2 dan 3 buah lapangan futsal didalam kawasan resapan air waduk pluit. Saya baru tahu, mengacu pada RTRWP 2012, 7 bangunan mewah berikut 3 buah lapangan futsal dari semula berlokasi didalam kawasan resapan air waduk pluit pada RTRWP 1999 sudah diubah menjadi kawasan permukiman pada RTRWP 2012. Saya baru tahu, dengan tetap mengacu pada RTRWP 1999, berlokasi hanya sekitar 50 meter dari waduk pluit terdapat waduk kecil berikut kawasan resapan airnya yang tidak dapat dipisahkan dengan waduk pluit. Seluruh kawasan ini kemudian bersalin rupa menjadi pusat perbelanjaan berikut areal parkirnya dengan mendapat hak pengelolaan seluas 20,8 hektar dari BPN. Di RTRWP 2012, kawasan ini diubah status dan fungsinya menjadi kawasan permukiman. Sepanjang yang saya tahu, belum ada ijin pemanfaatan ruang yang ditetapkan oleh Kepala Daerah provinsi DKI Jakarta yang baru didalam kawasan waduk pluit. Kompasioner, tolong dikoreksi kalau saya salah! Saya tahu dengan pasti bahwa pasal 73 UU Nomor 26 tahun 2007 mulai berlaku sejak 26 April 2007. Saya tahu dengan pasti pula, jika tidak diawasi secara bersama-sama oleh kita semua, praktek pemanfaatan ruang akan selalu menyelisihi aturan penataan ruang yang ada. Oleh karena itu, saya berniat setiap minggunya di Kompasiana ini saya akan beranalisa ria untuk satu per satu kawasan yang dilindungi di DKI Jakarta dan sedang terancam fungsi dan kelestariannya. Salam, Adri
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI