Mohon tunggu...
Adrian Susanto
Adrian Susanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - aku menulis, aku ada

pekerjaan swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Pemilih Cerdas Menurut Ajaran Kristiani

25 Juni 2018   09:35 Diperbarui: 25 Juni 2018   09:43 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tak lama lagi beberapa daerah di Indonesia akan mengadakan pesta demokrasi dalam acara pemilihan umum untuk kepala daerah atau biasa dikenal dengan istilah pilkada. Setelah disuguhi dengan janji-janji manis dalam masa kampanye, saat ini masyarakat memasuki masa tenang. Kiranya baik para pemilih menenangkan diri dan merefleksikan pilihannya nanti. Perlu disadari bahwa pilihan kita nanti akan membawa dampak 5 tahun ke depan. Untuk itu dibutuhkan kecerdasan dalam menentukan pilihan.

Bagaimana cara orang kristen menentukan pilihannya dalam pilkada nanti? Apa yang dikatakan dalam Injil atau Kitab Suci?

Ada beberapa prinsip kristiani terkait PEMILU ini yang harus yang dipegang oleh umat kristen. Pertama, tidak membatasi pilihan pada calon yang seagama, sesuku atau lainnya. 

Dasarnya ada pada nasehat Tuhan Yesus dalam Injil Markus 9: 38 -- 41. Yesus bersabda, "Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita." Di sini orang kristiani tidak diajarkan untuk memilih hanya calon yang seiman atau seagama dengan dirinya. Yang tidak seagama tidak boleh dipilih. 

Jadi, memilih pemimpin tanpa harus melihat agama, suku, ras dan partainya, tua atau muda, pria atau wanita. Yang penting calon itu haruslah berjuang demi kebaikan bersama, menjaga nilai-nilai PANCASILA dan UUD '45. Inilah prinsip pertama yang harus menjadi pegangan bagi orang kristen dalam menentukan pilihannya.

Sejalan dengan prinsip di atas, lahirlah prinsip kedua, berusaha mengenal pilihan. Sistem PEMILU saat ini hanya membantu orang untuk tahu pilihannya, namun masih sebatas wajah dan identitas. Sistem ini belum menjamin orang untuk mengenal siapa yang dipilih. Karena itu, kebanyakan orang memilih hanya terpusat pada wajah: ganteng, menarik, cantik; dan pada identitas: suku, agama, usia. Bagaimana orang kristen bisa mengenal calon pemimpinnya? Orang kristen akan mengikuti nasehat Tuhan Yesus dalam Injil Matius 7: 15 -- 20.

Nasehat Yesus di atas dapat diterjemahkan dalam konteks pilkada. "Waspadalah terhadap calon pemimpin palsu yang datang dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka..." Bukankah selama masa kampanye para calon pemimpin itu mendatangi rakyat seperti malaikat penolong, menawarkan janji-janji manis. Ada meme bagus untuk hal ini: ketika kampanye calon pemimpin datang dengan becak atau ojek, tapi setelah jadi pemimpin naik mercedes kaca tertutup. Karena itu, waspadalah. Jangan mudah tertipu oleh penampilan saat kampanye.

Dalam nasehat Yesus tersebut, terungkap pernyataan untuk mengenal seseorang dari buahnya. Hal ini pernah dinyatakan Yesus, "Jika suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12: 33).

Karena itu, selain tahu wajah dan identitasnya, kita juga harus memperhatikan "buah" yang telah dihasilkan calon kita ini. Namun, berkaitan dengan buah ini, ada yang harus kita perhatikan. Memang buah itu selalu diidentikkan dengan manfaat. Jadi, di sini ada asas manfaat. Berkaitan dengan asas manfaat ini ada hal yang harus diubah dalam mental kita.

Selama ini, sering orang berpikir bahwa tolok ukur asas manfaat ini adalah saya atau kami. Orang kerap menuntut kepada pasangan calon kepala daerah untuk membuktikan janjinya dengan melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya atau kelompoknya saat itu juga. Misalnya, pengaspalan jalan atau pemasukan aliran listrik, dll. Jadi, terlihat bahwa orang hanya memikirkan kepentingan diri/kelompoknya sendiri, bukan kepentingan umum. Orang hanya memikirkan kepentingan sesaat saja, bukan untuk lima tahun ke depan.

Sebagai contoh, si Anu yang berpasangan dengan Una, sekitar 3 bulan menjelang pilkada mengadakan proyek pengaspalan jalan masuk ke desa. Sebagai kepala daerah bisa saja si Anu buat proyek untuk "kesejahteraan" masyarakat dengan mengunakan dana pemerintah yang ada. Orang akan melihat "proyek" itu sebagai kemurahan hati Anu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun