Just Sharing....
Dua tahun mungkin waktu yang singkat. Tak terasa di Bulan Februari 2021 ini, genap sudah 720 hari kebersamaan saya bersama 3 sahabatku, yaitu Priti, Prito dan Pritu. Tiga ekor kucing yang menemani dengan segala tingkah dan polah. Sayangnya, saya telah kehilangan Priti di akhir tahun lalu. Kini tertinggal Prito dan Pritu.Â
Belum gagal jalani hobi ini karena ada banyak hal yang bisa dipelajari dari dunia hewan, khususnya kucing kampung. Tergolong kucing non ras, namun masing -masing berbeda secara perilaku dan kebiasaan. Prito dan Pritu memiliki keunikan sebagai pembeda diantara keduanya. Â
Bagi saya, hobi terhadap apapun,selalu ada harga yang harus dibayar. Waktu,tenaga, uang. Imbalannya adalah kepuasan dalam bentuk tertentu, baik secara moril ataupun batiniah.Â
Ungkapan hobimu baik untukmu, dan hobiku baik untukku, bermakna tak ada yang salah pada hobi masing-masing orang, namun yang terpenting adalah manfaat dan kegunaannya.Â
Bila harus menuliskan apa saja yang dipelajari dan dampaknya selama sekian lama menekuni, antara lain sebagai berikut :Â
1. Cara pandang berubah terhadap pecinta hewan, toko hewan dan Dokter Hewan. Â
Sebelum 2019, saya kurang peduli pada Pet Shop. Bahkan sejak sekolah menengah, tak suka belajar biologi hewan. Lebih menarik belajar organ dan sistem organ manusia dibanding binatang. Tapi terlibat membesarkan kucing di 2 tahun terakhir, saya mulai mendatangi Pet Shop.Ternyata banyak penghobi sama.Â
Selain kucing, ada anjing, marmut, ular, sapi, babi dan beraneka piaraan lain. Dulu saya bertanya-tanya dalam hati, emang laku ya jualan nutrisi dan suplemen perawatan hewan. Ternyata banyak peminat. Sampai suatu saat saya kepengen beli vitamin kucing dan stoknya habis.Â
"Sudah diborong Om. Banyak yang suka. Tunggu lagi seminggu, masih kita pesan ke Surabaya," kata Mas Agus, pria 34 tahun, pemilik salah satu Pet Shop di tengah Kota Sumbawa, NTB, tempat biasanya saya membeli. Â
Itu transfer factor, penguat imun kucing harga sekitaran 10 ribu sebutir. Bila jumlah sekian banyak dibeli pecinta kucing, lumayan juga omzetnya.Â
Ada segmen pasar dari kalangan tertentu yang bikin bisnis nya tetap eksis. Ini kan di kota kecil, bagaimana di kota besar? Sudah pasti lebih banyak toko khusus hewan.Â
Dibenak saya paling cuma satu atau dua orang pasien kucing. Ternyata setelah di kliniknya, mesti mengantri 30 menit karena masih ada 5 kucing sebelum giliran Priti.
Mengobrol dengan para pemilik kucing ras dan non ras itu, mereka mengatakan sudah sering memeriksakan kucingnya ke sini. Ini makin menyadarkan bahwa banyak peminat gemar pelihara Si Pus. Selain kucing, saat itu ada juga yang membawa anjing dan kelinci. Â
Masih dalam kondisi pandemi di 2020 lalu, Pritu sakit. Saya kembali ke Veteriner tersebut. Ternyata masih sama banyak jumlah pengunjungnya. Ini bisa dikatakan, di kota sekecil ini, pandemi tak menyurutkan minat orang memelihara hewan. Sebagian besar adalah kucing kampung seperti saya.
Jejaring antara penyayang kucing dan komunitasnya, tersedianya Pet Shop dan Dokter Hewan beserta kliniknya, bikin perspektif berubah. Ternyata pada kalangan tertentu dengan kesamaan hobi, rantai bisnis dan saling membutuhkan begitu kuat dan tetap eksis.Â
Bila binatang piaraan sakit, pihak Pet Shop merekomendasikan ke Veteriner tertentu. Setelah berobat, tuk perawatan dan nutrisi, Dokter Hewan merekomendasikan membeli ke Pet Shop lagi.
Bahkan di tahun lalu, ketika sedang di Bali dan mencari vitamin kucing, ada Pet Shop yang langsung menyediakan Veteriner langsung di tokonya sebagai konsultan. Ada pula yang ownernya berpendidikan kedokteran hewan. Â
Di sisi lain, saya juga mengamati adanya Pet Shop dan Veteriner membuat event tertentu sebagai edukasi ke  penghobi sekalian membangun komunitas penghobinya. Dengan demikian, rantai bisnis dan jalinan terus terbangun.  Cuman yang seperti ini selama di Sumbawa, apalagi selama pandemi, belum saya ikut.Â
Ini merubah perspektif saya bahwa, Veteriner dan keahliannya, tak hanya menangani hewan ternak yang dikonsumsi warga seperti sapi, kambing, ayam atau pun babi, tapi juga oleh komunitas penghobi binatang khusus seperti halnya pecinta kucing. Di Indonesia, kini udah ada 20 universitas membuka pendidikan tuk profesi ini.Â
2. Cara pandang terhadap kucing dari mengamati perilaku dan kebiasaannya.Â
Dua tahun memelihara mereka, terlihat sisi menarik Si Pus. Â Meski sama -sama kucing jantan, dengan umur yang hampir sama, Prito dan Pritu sedikit berbeda dalam sejumlah perilaku. Pritu lebih sering naik dan berleha -leha di atas kasur, sementara Prito tak suka. Bagi Prito, lebih nyaman berbaring manja di atas lantai atau di atas kursi.Â
Bila sengaja membiarkan mereka bermain di samping tempat tidur, Pritu cenderung akan rebahan di atasnya. Namun sekalipun ngga ditegur atau dihalau, Prito sekalipun tak tertarik tuk meletakkan badannya di sana. Unik memang.Â
Sebaliknya Pritu, lebih suka kayak koor panjang,keras dan lama: Aouwwwwwwww.. Tidak berulang tapi panjang. Kayak sedang latihan vokal di studio.Â
Itu sapaan bila melihat  pintu sudah terbuka dan dia langsung ngeloyor masuk atau bila menyapa lewat jendela tuk menunjukkan kehadirannya. Semacam assalamualaikum atau salam sejahtera versi Pritu...hehe.Â
Selain itu, cara Pritu meminta makan, adalah dia akan minta dipeluk dengan menumpu pada dua kaki belakang dan kedua kaki depannya dinaikkan dan memeluk kaki saya. Sebaliknya cara itu tak dilakukan Prito. Bila posisi saya duduk atau berdiri, dia malah akan menggosokkan mukanya ke apa saja yang dekat dengan saya sembari mengeluarkan suara : Aouw nya.Â
3. Rutinitas berubah
Di dua tahun terakhir, setiap hari mesti menyiapkan makanan buat mereka. Meski beberapa teman pecinta kucing menyarankan agar membeli saja makanannya di Pet Shop biar tak repot, namun saya lebih suka ngasih makan ikan goreng dicampur sedikit nasi. Pertimbangannya kucing non ras, tak ribet soal makanan.Â
Sejak masih kecil dan belum kuat jalan, sengaja tak pernah dikasih makanan olahan dari Pet Shop. Tujuannya  agar bila sewaktu -waktu ditiinggal lama sekian hari karena misalnya kerjaan kantor, perjalanan dinas ke luar daerah, atau pulang beberapa hari ke Bali, mereka bisa bertahan hidup dengan makanan serupa yang bisa dicari sendiri. Lidah dan perutnya sudah terbiasa.Â
Kini dua kali sehari mesti bikin makanan. Pertama sih cuman ikan aja. Tapi di 2020 lalu, ketika berada di Bali dan mampir ke sebuah Pet Shop besar mancari vitamin  buat kucing, ketemu salah seorang Dokter Hewan.Â
Dia menyarankan boleh kok menambahkan sedikit nasi dicampur ikan sebagai makanan. Jadi sejak saat itu, saya meramu nasi plus daging ikan, dicampur diremas untuk santapan kucing. Lama -lama mereka terbiasa.Â
Resikonya tiap hari mesti keliling cari ikan goreng,walau hujan -hujan. Karena dibanding beli mentah dan goreng sendiri, lebih mudah beli yang sudah jadi. Capek juga sih...btw ini resiko dan harga yang dibayar dari sebuah hobi juga kan.Â
Sayang juga bila mereka mulai lapar. Seperti manusia, akan banyak bertingkah mulai dari mengeong-ngeong, hingga cakar -cakar pintu. Lama -lama nalurinya sudah seperti manusia. Tau jam makan kapan, jam main kapan.Untung ngga minta uang jajan...hehe.Â
Bagaimana ke depannya?Â
Karena tinggal sendiri dan kerja di sini, terhadap kucing -kucing ini saya belum gagal jalani hobi. Sebelum pandemi 2019 dan setelah pandemi masih menikmati rutinitas bersama Pritu dan Prito. Kepikiran bila pindah tugas ato pindah kerjaan ke kota lain, bisa jadi mereka ikut bersama.Â
Namun seandainya tidak, mungkin akan mencari pemiliknya yang baru atau habitat dimana mereka bisa melanjutkan kehidupan mereka sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan juga. Namun andai tetap di sini, ya selamanya akan bersama.Â
Bagi saya, hobi memelihara binatang, seperti misalnya kucing, dibutuhkan komitmen. Tak hanya karena pandemi, atau karena biar ada mainan di rumah. Lalu setelah bosan, atau saat mereka sakit-sakitan, Â akan dilempar jalanan.
Jangan lakukan hal tersebut. Bila memang demikian, biarkan mereka hidup dihabitatnya. Jangan dibawa ke lingkungan hidup manusia lalu pada akhirnya membuang karena tak seperti yang diharapkan.Â
Apapun hewan peliharaan,apalagi yang dibeli dengan uang, peliharalah dengan baik. Bertanggung jawab manakala sakit atau seperti siklus hidup pada manusia, hewan kesayangan juga akan menua, sakit -sakitan dan tak selincah dulu. Bila tak komitmen, mungkin ada baiknya biarkan mereka hidup di alamnya. Lebih baik daripada menjadikan mereka hobi tapi gagal merawatnya.Â
Salam,Â
Sumbawa,06 Februari 2021, 17.50 Wita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H