Ini adalah pola rekrutan kedua. Bila sudah ada calonnya dan siap bekerja, proses selanjutnya adalah menginformasikan ke kantor outsourcing di pusat agar dibuatkan perjanjian kerja.Â
Berapa lama bekerja, sanksi, dan reward seperti apa, termasuk target dan besaran penghasilan, lazimnya ditentukan dari atas. Menyesuaikan juga dengan status tempat bekerja (apa itu di cabang besar, sedang atau kecil).
Mengapa Database Pelanggan Penting bagi Perusahaan
Saya tak membahas sisi politis dari guliran kasus ini, karena memang tak terlalu intens dengan soal politik. Hanya sharing apa sih yang biasanya dikerjakan oleh tenaga outsourcing berkenaan dengan data pelanggan, dan sejauh mana batasannya.
Meski berbeda perusahaan dan bidang kerja, namun kita meyakini etika yang sama, bahwa database pelanggan adalah aset perusahaan. Aset yang sama nilainya dan sama mahalnya dengan modal dan aset lain (misalnya sistem, peralatan, dan lain sebagainya).Â
Saking bernilainya tentulah perusahaan mewanti-wanti karyawannya, agar database jangan sampai dibuka ke publik.
Pertama, ada etika hukum yang kelak akan melibatkan nama besar perusahaan (apalagi bila itu perusahaan nasional).
Kedua, risiko ketidakpercayaan pelanggan terhadap proteksi sistem di perusahaan itu.Â
Ketiga, sisi kemanusiaan (humanity). Tak ada satu orang pun pelanggan (konsumen) yang rela datanya disebar oleh pihak lain.Â
Jangankan orang lain, karyawan internal pun yang bekerja di perusahaan tersebut tentu tak ingin diperlakukan seperti itu. Yang dijual oleh perusahaan tak hanya produk, tapi kenyamanan dalam tanda kutip.
Dan bila orang sudah tak nyaman, mau produk sebagus apapun, sebermanfaat apapun, mungkin tak akan dilirik. Apalagi ini menyangkut data-data pribadi pelanggan yang tersimpan di dalam database perusahaanÂ