Belum lagi bila gimana-gimana nanti bila telah sampai di UGD (Unit Gawat Darurat)
Saya pernah melewati pengalaman itu, di tahun 1999 silam. Saat itu masih mahasiswa dan menolong seorang korban kecelakaan tunggal.Â
Umumnya penyebab kecelakaan di jalan raya itu ada 3 jenis, yaitu ditabrak atau menabrak kendaraan, ditabrak atau menabrak hewan yang melintas, dan faktor kecelakaan tunggal alias tidak menabrak apapun korban jatuh (karena kondisi jalan licin, rusak, atau kondisi kendaraan).Â
Seorang pria muda, masih mahasiswa, terjatuh di jalan. Lokasinya di jalan raya depan rektorat Unud, di areal Bukit Jimbaran Bali. Motornya terpelanting, Honda GL Pro yang sangat populer di tahun segitu untuk kendaraan anak cowok.
Dan saya sedang OTW pulang jalan kaki menuju kost-kostan, usai kuliah terakhir jam 3 sore. Fakultas saya (teknik sipil) memang berada 200 meter di samping rektorat.Â
Anak muda itu tak sadarkan diri, melintang di jalan, kejang-kejang, keluar liur dari mulutnya dan dari telinganya keluar darah. Saya berusaha mendekat untuk melihat lebih jelas.Â
Berusaha membangunkan namun kondisinya sudah seperti orang kerauhan. Tas dan bukunya berserakan di aspal. Motornya sudah meluncur di sisi jalan.Â
Tak banyak kendaraan melintas lantaran di akhir 90 an, kondisi sekitaran kampus tak seramai sekarang yang dipenuhi banyak hotel dan vila. Tahun segitu, aktivitas pegawai di rektorat juga hanya sampai jam 2-an dan setelah itu sepi karena semua pegawai tinggal di Denpasar. Hanya satpam yang berjaga.Â
Saya mengangkat tubuhnya dan memindahkan ke tepi jalan. Kemeja saya basah oleh darah dari luka di wajahnya. Puji syukur, sebuah taksi lewat. Kosong pula, Saya menyetopnya. Agak ragu-ragu sang sopir melirik ke arah saya. Dalam hatinya, mungkin dia berpikir, ini mahasiswa mau naik taksi kah? Bawa korban kecelakaan pula.Â
"Tolong Pak, teman saya," kata saya. Berharap sang sopir mau
"Tapi...." katanya sedikit tertahan. Wajar karena taksi bukan milik dia. Bagaimana bila kotor oleh darah dan muntahan.Â