Mohon tunggu...
Adnan Syauqi
Adnan Syauqi Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

Alive

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Review Buku "Islam Kepemimpinan, Perempuan, dan Seksualitas" karya Neng Dara Affiah

18 November 2019   02:35 Diperbarui: 18 November 2019   02:43 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumur merupakan simbol dari kebersihan yang harus selalu jaga ibu rumah tangga, kebersihan mencakup dirinya sendiri dan segala perabotan rumah tangga. Dapur merupakan wujud dari makanan yang selalu dihidangkan untuk suaminya. Kasur merupakan simbol dari kebutuhan biologis yang dilakukan suami-istri dimana istri diwajibkan untuk melayani suaminyal, Sumur, dan Dapur adalah ungkapan yang sangat tradisional. Namun segala hal tersebut tidak boleh hanya dilakukan oleh istri, suami dan istri harus mempunyai kesepakatan dalam membagi tugas dalam rumah tangga tidak ada boleh unsur paksaan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya.

 Peran istri seakan-akan hanya berputar pada 3 aspek tersebut, sehingga banyak perempuan yang minder atau malu untuk bekerja. Hal tersebut dikarenakan konstruk masyarakat yang selalu menjadikan perempuan hanya untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Pedahal perempuan juga mempunyai potensi yang besar. Perempuan dapat bekerja dikantor ataupun diperusahaan, karena dia juga dapat mandiri dalam mencapai segala kebutuhannya. Perempuan yang sudah menjadi istri harus mempunyai andil dalam urusan rumah tangganya. Seharusnya istri selalu dilibatkan dalam segala proses perencanaan keluarga, tetapi seringkali suami melakukan tindakan yang dilakukan tanpa persetujuan istrinya sehingga membuatnya istrinya kecewa. Hal tersebut akan membuat "trust" dalam rumah tangga akan hilang, sehingga dalam hubungan tersebut dapat berpotensi konflik bahkan perceraian. Karena kepercayaan harus dibangun oleh dua pihak, komitmen yang telah dibuat harus dilaksanakan dengan baik.

Islam dan Kepemimpinan Perempuan

Islam adalah agama yang mulia, islam memandang manusia tanpa membeda-bedakan berdasarkan sosial. ras, dan jenis kelamin. Yang menjadi pembeda hanya kualitas keimanan dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari dari setiap manusia. Meskipun manusia berstatus sebagai hamba, tapi manusia diberi kedudukan sebagai khalifah Allah dengan berbagai tingkat dan derajatnya, dalam hubungannya secara bertikal dengan Allah ataupun hubungan horizontal sejajar antar sesama manusia. Khalifah sebagai pengganti, ia diberi wewenang terbatas sesuai dengan potensi diri dan posisinya. Manusia harus paham bahwa wewenang itu pada dasarnya adalah tugas yang harus di emban dengan penuh tanggung jawab.

Perempuan punya kesempatan yang sama untuk menjadi khalifah. Seperti hadis yang berbunyi: "Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yan dipimpinnya" (Hadis Ibn Abbas). Namun banyak yang menolak perempuan menjadi pemimpin dikarenakan terdapat ayat Al-Quraan yang berbunyi "Laki-laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan "(An-Nisa: 24).

Argumen tersebut menyatakan bahwa posisi laki-laki berada diatas perempuan. Karena laki-laki mempunyau kewajiban untuk memberikan nafkah dan laki-laki memiliki penalaran, tekad yang kuad, keteguhan diatas perempuan. Pemaknaan tersebut diyakini karena Allah telah memberi kelebihan pada satu atas yang lain. Namun menurut perspektif feminis, hal tersebut bersifat relatif dan tergantung pada kualitas individunya bukan karena sifat dari gendernya. Atas dasar ayat tersebut menurut Asghar Ali Engineer, Al-Quraan telah memberikan kekuatan pada yang satu atas yang lain sesungguhnya merupakan pengakuan bahwa dalam realitas sejarah, kaum perempuan pada masa itu sangat rendah dan pekerjaan domestik dianggap kewajiban perempuan. Sementara laki-laki menganggap dirinya unggul atas kekuasaan yang dimilikinya. Pernyataan tersebut bersifat kontekstual dan bukan normatif. Seandainya laki-laki menjadi qowwam atas perempuan, ia akan menggunakan pernyataan normatif dan pastilah mengikat untuk perempuan hingga sekarang.

Terdapat penyelidikan atas hadist tersebut. Mernissi menemukan beberapa temuan: Pertama, hadis itu diucapkan saat kondisi Persia diambang kehancuran dengan dipimpin oleh perempuan yang tidak memiliki kualitas memadai. Kedua, hadis tersebut ditemukan saat Perang Siffin (unta) antara Khalifah Ali dan Siti Aisyah. Ketiga, hadis itu hanya diriwayatkan oleh Abu Bakrah. Bila sebuah hadis diriwayatkan oleh satu orang, maka diragukan keotentikannya. Dari penyelidikan tersebut, disimpulkan bahwa penolakan terhadap perempuan untuk terlibat diranah politik sangat tidak berdasar jika mengacu kepada teks keagamaan sebagaimana yang disebut diatas. Karena itu, harus hati hati dalam menyebarkan dengan penggunaan teks-teks keaagamaan karena akan berimplikasi pada keterpurukan sejarah hidup perempuan

Konsep "qawwam" pada ayat Al-Quraan: "Arrijalu qawwamuna 'alan nissa', yang sering dimaknai tunggal, laki laki menjadi penguasa atau pemimpin atas perempuan. Sebuah kata akan bergeser maknannya seiring dengan konteks ruang dan waktu. Hal tersebut belum tentu relevan, karena munculnya ayat ini adalah situasi sosial tentang upaya pengaturan suami istri dalam rumah tangga.

Di Indonesia sendiri, ibu Megawati Soekarnoputri berhasil menjadi presiden perempuan pertama. Hal ini berkat kerinduan arus masyarakat kepada figur pengayom yang tampaknya dari kejenuhan terhadap pola penerapan figur bapakisme yang bersifat otoritarian, hiearkis, penakluk, dan represif. Kebutuhan rakyat akan kepemimpinan yang menekankan aspek feminitas yang menjadi antitesis dari pola kempemimpinan yang patriarkat. Hal yang terpenting adalah indepedensi, kekuatan visi, dan integritas pribadi nampaknya faktor yang amat vital bagi seorang pemimpin baik laki-laki maupun perempuan.

Isu gender dalam kepempinan nasional mencuat dikarenakan 3 faktor, yaitu pertama diamnya Megawati adalah emas tetapi jika ia bersuara dan merespon permasalahan bangsa, maka suaranya adalah intan. Sikap mega yang membingungkan membuat semua orang bertanya-tanya atas kualitasnya. Kedua, masing-masing agama masih didasarkan dari pijakan teologis yang sangat kental. Sehingga terkesan sangat kaku. Ketiga, negara dikhawatirkan tidak kuat atau tidak dapat bertahan dikarenakan masih ada banyak orang yang mengharapkan kemimpinan yang menekankankan stabilitas, otoriter, dan penakluk. Mentalitas bangsa harus diuji karena menuju negara yang demokratis seperti yang terkandung dalam UUD 1945. Dalam beragama kita tidak dipahami hanya tekstual, kita harus mengkaji ayat demi ayat agar kita tidak gagal paham. Hal teersebur dapat memberikan titik terang yang dapat menimbulkan persatuan.

Politik sudah menjadi bagian dari keseharian kita. Tetapi politik sering dianggap 'kotor'. Kotornya politik disebabkan karena mencampuradukan kepentingan bangsa dengan kepentingan pribadi. Hal tersebut sangat tidak mencerminkan politikus yang baik. Dalam berpolitik harusnya semua dapat berkolaborasi dalam menyelesaikan suatu masalah, semua pihak dapat menyampaikan argumen demi argumen. Setelah semua memberikan argumen, harus dicapai kesepakatan bersama untuk mendapatkan hasil terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun