Mohon tunggu...
Adnan Iskandar
Adnan Iskandar Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

menulis adalah mengukir peradaban

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran Mahasiswa sebagai Benteng Radikalisme di Lingkungan Kampus

18 Mei 2020   17:30 Diperbarui: 18 Mei 2020   17:36 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : http://m.batamtoday.com/berita144510-Radikalisme-Adalah-Musuh-Bersama.html

Radikalisme berasal dari bahasa latin "radix, radicis", menurut The Concise Oxfrod Dictionary (1987), berarti akar, sumber, atau asal mula. Dalam KBBI radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkam perubahan dan pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

Terkadang, radikalisme diidentikan dengan problem terorisme. Sehingga, tuduhan pelaku teror kepada warga Negara sering ditunjukan kepada mereka yang dianggap radikal. Akhir-akhir belakangan tentunya kita tidak asing dengan istilah radikalisme yang menjadi perbincangan hangat dimedia Indonesia baik media cetak maupun daring, salah satu khasus yang masih segar yaitu tentang penusukan mantan MENKOPOLHUKAM Jendral TNI (Purn.) Dr. H. Wiranto, S.H., S.I.P., M.M di Kabupaten Pandeglang, Banten.

Radikalisme yang dimaksud belakangan ini adalah suatu paham atau ajaran yang menginginkan mengganti dasar negara Indonesia dan menggantinya dengan faham mereka yang di yakini benar. Tentunya gerakan ini merupakan suatu tindakan separatis yang memecah belah persatuan kesatuan bangsa Indonesia.

Tindakan teror yang bisasanya berupa tindakan kekerasan seperti penusukan dan pengeboman bertentangan dengan nilai kemanusiaan, seperti yang diceritakan Ibu Cusnul Khotimah salah satu korban Bom Bali 1 yang terjadi pada tanggal 12 oktober 2002 yang mengalami luka bakar 80% dan kehilangan seluruh kehidupannya, sudah berkali-kali beliau ingin menghakhiri hidupnya karena seluruh kehidupannya yang telah dibangun selama ini hancur.

Gerakan radikalisme/terorisme memang menjadi momok bagi intergitas bangsa Indonesia, gerakan radikalisme memang sulit untuk dilacak keberadaannya karena setiap jaringannya terpotong-potong seperti yang dipaparkan oleh mantan terorisme internasional Ali Fauzi dalam acara Stadium General yang diadakan oleh Fakultas Filsafat Universitas Gadjahmada dalam mata pelajaran MKWU yang diadakan  di graha saba pramana, karena jaringan yang terpotong-potong menyebabkan sulitnya pembrantasan radikalisme secara tuntas apalagi untuk negara yang luas seperti Indonesia. 

Gerakan yang bisa tubuh dimana saja mungkin dipengajian-pengajian, lewat media sosial, atau kegiatan apapun yang mebungkusnya dengan kegiatan keagamaan membuat gerakan ini selalu mendapat pengikut.

Pemerintah menyadari betul bahaya dari serakan ini yang semakain hari semakin masif dan terstruktur, pemerintah berupaya penuh dalam menangani pemberantasan radikalisme/terorisme salah satunya dari pembentukan BPIP yang diketua oleh Megawati Soekarno Putri, yang melakukan pembinaan dan pengawasan tentang lunturnya ideologi pancasila dan berupaya sekuat tenaga supaya ideologi pancasila tidak di gantikan dengan ideologi lain yang memporak-porakndakan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, mengadakan seminar-seminar tentang Ideologi pancasila pada instansi pendidikan juga mulai dimasifkan oleh pemerintah. 

Selain itu penunjukan purnawirawan TNI Fachul Razi, merupakan tindakan jelas pemerintah dalam menertibkan kegiatan keagamaan salah satu alasannya juga karena radikalisme. 

Namun, hal ini juga menimbulkan polemik baru dalam masyarakat seperti isu kemarin mengenai larangan ASN mengenakan cadar yang mendapat respon yang beragam dari masyarakat Indonesia. 

Berdasarkan undang-undang dasar 1945 29 ayat 2 yang berbunyi bahwa negara menamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama, larangan mengenakan cadar bagi beberapa golongan orang telah mencederai undang-undang tersebut. 

Penanganan radikalisme mengenai pembentukan negara atau pengantian dasar ideologi bagi bangsa indonesia juga harus bisa "radikal" dalam arti mengakar, jika mereka para pelaku teror radikalisme bias memiliki keyakinan yang kuat atas kebenaran apa yang mereka anut maka langkah pencegahan yang harus dilakukan pemerintah haruslah demikian, yaitu dengan memasifkan penanaman ideologi pancasila dan nasionalisme kepada warga masyarakatnya sehingga tidak terjadi pengisian doktrin ideologi lain kepada warga negara indonesia sehingga bisa terpapar radikalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun