Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pembaca dan penulis aktif

Membaca, memikir dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

BJPS Rugi karena Komersialisasi Layanan Kesehatan

21 Januari 2020   15:07 Diperbarui: 21 Januari 2020   17:10 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini orang banyak meributkan masalah kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Defisit atau kerugian yang dialami oleh BPJS Kesehatan yang mencapai puluhan triliun rupiah tidak mungkin diatasi dengan APBN kita yang jumlahnya terbatas, hal itu memaksa Pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS.

Kenaikan tarif iuran BPJS tersebut tentu memberatkan bagi masyarakat pengguna layanan, sebagian kalangan menuding manajemen BPJS Kesehatan sebagai pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kerugian BPJS tersebut. Sebaliknya di pihak BPJS Kesehatan menganggap kerugian yang mereka alami disebabkan oleh rendahnya iuran BPJS dan prilaku sebagian masyarakat pengguna layanan yang tidak tertib membayar iuran.

Di luar masalah manajemen dan rendahnya iuran BPJS, sesungguhnya ada penyebab utama BPJS mengalami kerugian, namun terabaikan, yaitu masalah kapitalisasi atau komersialisasi layanan kesehatan di negeri ini yang sudah berlangsung sejak lama.

Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto bahwa telah terjadi pemborosan yang luar biasa untuk yang tidak seharusnya dilakukan tindakan, malah dilakukan tindakan.

Maksud beliau, pasien yang dilayani di beberapa pelayanan kesehatan diberikan secara berlebihan, padahal seharusnya beberapa tindakan tidak perlu dilakukan, yang pada akhirnya membuat biaya rumah sakit membengkak.

Menurut beliau lagi, seharusnya tindakan pasien di pelayanan kesehatan harus berdasarkan diagnosa yang benar dan diterapi dengan optimal, sehingga pembiayaan tidak menjadi berat.

Beliau mencontohkan, klaim operasi sectio caesarea atau sesar yang sangat tinggi, biayanya mencapai Rp 260 triliun, belum lagi biaya pengobatan penyakit jantung yang mencapai Rp 10,5 triliun pada 2018.

Sudah menjadi rahasia umum, pelayanan kesehatan di negeri kita memberatkan karena biaya perawatan dan obat-obatannya mahal.

Oleh karenanya, hal yang paling bijak dilakukan adalah bukan sekedar menaikkan iuran BPJS, akan tetapi meninjau kembali industri pelayanan kesehatan di Indonesia yang sejak lama mengalami kapatalisasi dan komersialisasi secara berlebihan.

Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah, antara lain misalnya dengan menerbitkan peraturan yang terkait dengan kenaikan standar biaya jasa dokter, pengendalian harga obat-obatan, dan alat kesehatan.

Selama ini penghasilan dokter dan tenaga medis kita masih rendah. Hal tersebut berdampak pada sebagian dokter kita yang menerima penghasilan lain dari industri farmasi. Sudah menjadi rahasia umum, sebagian dokter memperoleh penghasilan tambahan yang jumlahnya besar dari industri farmasi. Dampak buruknya, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan farmasi tersebut akan dimasukkan sebagai biaya pemasaran, sehingga berdampak pada mahalnya harga obat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun