Kita Telah Hanyut Dalam Proaganda?
Tidak lama dari hari ini kita ketahui bersama persoalan ungkapan Presiden kita Prabowo Subianto menyuarakan "hidup jokowi" yang sempat jadi perbincangan riuh megah. Perumusan RUU TNI menjadi kontemprasi ricuh berbagai argumen. Persoalan menyelir menggiringi negeri ini disaut oleh dugaan kepalauan ijazah Bapak Jokowi.
Seringkali kita temui persoalan kecil menjadi besar, persoalan yang besar menjadi kecil bahkan tertutupi.
Apakah hanya waktu yang menjadikannya begitu atau ada pemeran dibalik layar?
Dunia politik sangat elastis dan dapat menyimpan ketimpangannya. Skandal dan vandalisme politik yang melibatkan tokoh berpengaruh justru bisa mengecil, elit elit yang punya dosa jauh dibelakang justru malah bisa hilang dalam media. Tapi sedikit perbuatan selebriti, komentar yang remeh temeh, dan menyoal ijazah akhir akhir ini bisa mejadi berita utama dan besar selama berminggu bahkan berbulan.
Siapa yang mungkin punya tolak ukur menentukan bahwa hal remeh temeh harus menjadi perbincangan media global, tapi permasalahan besar menyurut disudut kekosongan media?
Isu isu kecil tengah diupayakan menjadi megah agar semua elemen publik enggan menyoroti dan turut larut pada persoalan besar itu.
Akirnya kehilangan fokus isu dan seolah olah hilang dalam pandangan media. Kita tengah di giring menghadapi isu remeh remeh yang digagas sedemikan rupa terlihat krusial dan penting tapi kita lupa saat ini, banyaknya persoalan kontrak kontrak karya pertambangan dan perusahaan yang mencoba berjalan senyap dibarengi isu remeh sehingga kita tak pernah tau yang terjadi sekarang adalah loby dan negosiasi kontrak karya.
Yang pada seharusnya semua kekayaan alam dikelola sebaik baiknya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sesuai perintah konstitusi.
Hingga saya sebagai penulis: menyadari kita telah lupa dengan persoalan ini yang seharusnya kita muncul untuk mendukung negara mengakuisisi semua kontrak karya yang berakhir pada tahun 2025 - 2027, atau tahun kedepannya.