Mohon tunggu...
Aditya Firmansyah
Aditya Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

3M (Membaca, Menulis, Menggambar)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Guru: Dilahirkan Tanpa Tanda Jasa, Dibesarkan Tanpa Harga Diri, Itulah Sebutan yang Cocok untuk Guru Sekarang!

25 November 2023   07:34 Diperbarui: 25 November 2023   09:26 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari ini, kita bisa dengan mudah memperoleh berbagai informasi melingkupi segala hal, bahkan mengetahui lokasi pasangan kekasih. Sayangnya, kini menjadi masa dimana orang bermoral susah untuk didapat ketimbang orang pintar, bak mencari layangan terbang ditengah wilayah perkotaan. Dalam hal ini, guru sepatutnya mulai memperhatikan untuk mengajar tentang moral dan akhlak, melihat sudah banyaknya para siswa berprestasi dalam tindak kriminal, sudah saatnya guru melakukan perubahan, untuk mengarahkan para siswanya berpegang teguh pada norma sosial untuk berlaku sopan.

Kehadiran tindak kriminal yang melibatkan siswa terhadap gurunya menjadi sumber keprihatinan bersama. Ada varian siswa yang terlibat dalam agresi fisik terhadap guru, karena hanya nasehat sederhana perihal pakaian yang tidak rapi. Ada juga varian siswa yang arogan dan berujuang pada pemukulan terhadap gurunya, karena nilai yang diterima tidak sesuai dengan harapan pribadi. Jika ditelisik, sebenarnya yang salah itu siapa, peran guru yang kurang maksimal, atau memang siswa yang alergi terhadap nasehat-nasehat guru? Mari kita cermati!

Menjadi guru di era digital memang tidak sesuatu yang gampang, banyak tuntutan yang harus dipenuhi. Tentunya selain menguasai pelajaran yang diajarnya, guru dituntut untuk tidak gaptek, guru harus beinteraksi baik dengan siswa-siswa zaman now yang dikenal dengan kemanjaannya, sampai menerima dengan lapang dada realitas pendapatan yang sedikit tidak setimpal dengan kompleksitas tugas yang diemban.

Ironisnya, tidak heran jika anak-anak sekarang ditanya apa cita-cita mu, mereka lebih memilih menjadi pengusaha atau pro-player game e-sport dari pada Guru, bukannya membanding-bandingkan profesi! ya, karena gaji pro gamer lebih banyak ketimbang gaji seorang guru yang terbilang sedikit, tapi untuk meningkatkan SDM dan peradaban bangsa tentu kapan pun waktunya, mesti butuh peran yang namanya seorang guru, kan tidak ada tingkat  kualitas SDM sebuah bangsa ditentukan seberapa tinggi rank game mobile legend mereka, kan tidak to!. Serupa yang dikatakan Najwa Shihab, "Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan, tanpa pendidikan Indonesia tak mungkin bertahan[af2] ".

Permasalahan ini semakin diperparah oleh ketidaksetaraan antara gaji guru dan tuntutan pekerjaan di era digital ini. Guru harus kenal teknologi, guru harus beradaptasi dengan kebaruan, dan masih banyak lagi tuntutan-tuntutan yang harus di emban oleh seorang guru. Ingat dalam mewujudkan semua itu butuh modal yang tidak sedikit. Kita ambil contoh dalam membeli kuota bisa habis dua ratus ribu rupiah perbulan, belum lagi perabot-perabot sekolah --salah satunya buku pengetahuan tentang pembaruan sistem pembelajaran ---itu masih ada kaitannya dengan dunia sekolah--- belum lagi kebutuhan keluarga, dirinya sendiri dan lain sebagainya, rasanya tidak cukup dengan nominal gaji rendah untuk memenuhi semua itu.

Tidak menjadi persoalan yang enteng!. Dalam hal gaji yang sedikit diperoleh guru, impasnya dapat mempengaruhi berbagai dampak negatif, seperti menurunya motivasi untuk mengajar, kurangnya daya tarik profesi guru --yang lemah akan penghargaan--- bagi individu yang berpotensi menjadi guru atau sekedar aspirasi anak-anak SD ketika ditanya oleh gurunya "apa cita-cita mu?". Dan, sampai akhirnya perbuatan kurangnya peran guru dalam mendidik siswanya, dapat berujung pada pola perilaku para siswa yang berseberangan dengan norma sosial, lalu akhirnya timbul tindak kriminalitas siswa kepada gurunya dengan alasan karena gurunya tidak mengajarkan tentang moral dan etika. Kan tidak lucu to!

Coba refleksikan, apa yang bisa kita tarik dari permasalahan itu jadi benang merah solusi permasalahan? Iya, benar, perihal peningkatan gaji.

Perlu kita sadari bahwa peningkatan gaji bukan hanya sekedar pengakuan atas pekerjaan keras yang telah dilakukan atau seberapa banyak kebutuhan yang diperlukan, tetapi juga investasi dalam pembangunan potensi siswa untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Jika tingkat kepayahan fisik untuk mengukur seberapa tingi harga pendapatan, maka petani berhak dong mendapatkan itu, realitanya tidak, gaji mereka ditentukan oleh tingkat penjualan nilai harga padi dan sayuran mereka di pasar.

Tapi atas pemaparan lika-liku seorang guru diatas, tak dapat menyurutkan semangat kita untuk terus belajar dan mengajarkan ilmu, utamanya menjadi guru. Ingat, jika pendapatan seorang guru rendah di dunia, maka bak luas seantero alam semesta tak bisa memendung banyaknya pendapatan yang diperoleh guru kelak di akhirat. Untuk guru-guru hebat, selamat memperingati Hari Guru!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun