Mohon tunggu...
Aditya Rae
Aditya Rae Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebiri, Hukuman yang Tepat Bagi Pemerkosa

26 Mei 2016   19:43 Diperbarui: 26 Mei 2016   19:58 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

‎Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera memutuskan dua opsi hukuman pemberatan--hukuman kebiri--bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak. ‎Pilihan tersebut melalui revisi undang-undang Perlindungan Anak, atau menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). Opsi ini lebih dipilih karena lebih mudah bagi Presiden mengeluarkan Perppu dibandingkan dengan merevisi undang-undang perlindungan anak.

Namun yang menjadi masalah, apakah hukuman kebiri itu layak diberikan kepada para pelaku pemerkosa? Belakangan ini sedang banyak kasus mengenai pemerkosaan yang terungkap oleh masyarakat, namun kebanyakan dari kasus itu terungkap karena memakan korban jiwa. Saya yakin sebenarnya masih banyak kasus mengenai pemerkosaan yang terjadi di Indonesia, namun tidak terungkap karena berbagai alasan. 

Sering kali korban tidak melapor karena malu, dan merasa bahwa hukuman yang diberikan tidak setimpal. Di lain sisi, hal ini justru membawa angin bagi para pemerkosa-pemerkosa yang haus akan hawa nafsu. Mereka justru menganggap bahwa ringannya hukum di Indonesia dapat membuat mereka dengan aman melampiaskan nafsu bejadnya.

Lantas, dengan terungkapnya kasus pemerkosaan yang belakangan ini sedang marak, kita seolah disadarkan akan bahaya yang ada di sekitar kita. Berbagai pendapat diutarakan dengan harapan akan membawa efek jera kepada sang pelaku, dan memberikan teguran keras bagi orang lain akan ancaman hukumannya. Kebiri adalah salah satu opini terpopuler. Kebiri sendiri sudah lama digembar-gemborkan sebagai hukuman yang layak bagi para pelaku pemerkosaan, namun hal itu tak kunjung disetujui oleh pemerintah dan masyarakat. 

Sebagian masyarakat menganggap bahwa kebiri adalah perbuatan kejam dimana 'alat kemaluan' dari tersangka akan dipotong dan dibuang. Opini yang salah itulah yang menuntun adanya pro-kontra antar masyarakat. Alasan HAM dan kemanusiaan digembar-gemborkan. Lantas satu pertanyaan sederhana, apakah para pelaku juga menghargai HAM korban? Jawabannya tidak. 

Menurut saya mereka yang tidak peduli dengan HAM orang lain tidak layak mendapatkan hak yang sama. Pemerkosaa mungkin dianggap sepele bagi pelaku, setelah 1-2 tahun mungkin akan terlupakan, namun bagi korban, hal itu akan meninggalkan trauma yang mendalam seumur hidupnya.

Kebiri sendiri sebenarnya memiliki makna yang kompleks, namun kebiri yang diusulkan oleh pemerintah adalah jenis kebiri kimiawi. Proses kebiri kimiawi ini adalah menyuntikkan bahan kimia yang aman ke dalam tubuh pelaku, dimana efek dari zat kimia ini menekan hawa nafsu pelaku. Menurut para ahli dan pemuka agama, hal ini adalah salah satu hukuman yang justru paling manusiawi, karena mengatur hawa nafsu dari para pelaku sehingga mereka tidak berbuat seenaknya lagi. 

Dan lagi, hal ini secara tidak langsung sebenarnya membuat masyarakat menjadi lebih berhati-hati. Bagi mereka orang awam yang kurang pendidikan, kata kebiri mungkin terdengar sadis, namun secara tidak langsung justru membuat mereka takut untuk  melakukannya karena adanya ancaman kebiri yang bagi mereka terdengar kejam. Faktanya memang banyak kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan dan moral yang rendah.

Terlepas dari keputusan Jokowi untuk meresmikan atau tidak Perppu mengenai hukuman kebiri, saya akan tetap 100% mendukung adanya hukuman kebiri, karena menurut saya hal ini akan membawa perubahan signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Namun agar hukuman kebiri ini tidak menimbulkan polemik dalam masyarakat, maka saya rasa diperlukan sosialisasi kedepannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun