Mohon tunggu...
Aditya Yudistira
Aditya Yudistira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Andalas

Sapere Aude!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meninjau Kembali Bajak Laut

2 November 2020   04:57 Diperbarui: 17 November 2020   23:25 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemukiman Orang Laut di Indonesia Tahun 1948 | Dok. NIOD No. 156736.

Terhitung sekitar 5,8 juta kilometer persegi atau 3/4 luas wilayah negara Indonesia terdiri dari lautan. Inilah salah satu fakta yang mendaulatkan negara Indonesia sebagai negara maritim. Selain itu meminjam istilah sejarawan maritim terkemuka A. B. Lapian, bahwa Indonesia terdiri dari lautan yang ditaburi pulau-pulau atau archipelago state.

Sesungguhnya pemaknaan ini bukanlah merujuk kepada Indonesia sebagai negara kepulauan, melainkan Indonesia sebagai negara kelautan atau negara maritim. Karena pada dasarnya frasa archipelago ini terdiri dari archi yang berarti paling utama dan pelagus yang berarti laut. Frasa tersebut sudah ada sejak abad pertengahan yang artinya merujuk kepada laut utama, yaitu Laut Mediterania atau Laut Tengah. Di Indonesia sendiri laut utama yang dimaksud adalah Laut Jawa, Laut Tiongkok Selatan, Laut Banda, dan Laut Flores (Lapian, 1996:141).

Dalam bentuk negara seperti ini tidak mengherankan dengan adanya identitas atau profesi orang laut, bajak laut, nelayan, dsb. Namun sebenarnya pelabelan ini juga dipengaruhi oleh sisi perspektif manusia itu sendiri. Misalnya, bagi perspektif orang Indonesia orang laut adalah suatu suku atau masyarakat yang berburu, mencari ikan, berdagang, bermukim di bibir laut, dan banyak menghabiskan hidupnya di laut. Bagi perspektif orang Belanda mereka adalah bajak laut yang kerap membuat "keonaran" dari aktivitasnya tersebut. 

Terlepas dari paradigma maupun perspektif orang laut dan bajak laut tersebut, ada hal menarik lainnya tentang bajak laut yang menduduki wilayah Pantai Barat Sumatera khususnya Padang. Hal ini dimulai ketika Revolusi Perancis terjadi pada akhir abad ke-18. Dengan semangat liberté, égalité, dan fraternité seorang "kriminil" bernama Le Meme (1763-1805) mengarungi samudera.

Sejak kecil Le Meme sering takjub dengan cerita orang-orang tua tentang bajak laut, bagaimana tidak? sebab kota kelahirannya, yaitu Saint Malo adalah sarang bajak laut sejak abad ke-16 hingga abad ke-19 (Amran, 1981:346).

Petualangan Le Meme tidak seperti petualangan Monkey D. Luffy dalam mencari One Piece. Setidaknya hal ini terlihat pada kru kapalnya yang sangat berbeda dengan kru bajak laut topi jerami. Disebutkan oleh Le Meme sendiri bahwa mereka adalah orang-orang brengsek yang tidak berperasaan, tidak bisa dipercaya, dan tidak mempunyai kehormatan (Amran, 1981:350). 

Kendati demikian Le Meme sendiri hampir serupa dengan Luffy yang berambisi ingin menjadi raja perampok atau raja bajak laut. Ia juga ingin terus memerangi Inggris karena pada masa mudanya dalam "merintis" keahlian di lautan ia sempat ditawan dan dijebloskan ke penjara oleh angkatan laut Inggris. Hal ini tentu mengingatkan kita pada permusuhan Luffy dengan Angkatan Laut atau ketika Luffy mengobarkan perang terhadap pemerintah dunia dalam Arc Enies Lobby.

Ketika era perang Napoleon Bonaparte dengan Inggris berkobar, Le meme ditugaskan memimpin 80 awak untuk mengambil alih pulau-pulau Perancis (Ile de France en Bourbon/Mauritius) di Samudera Hindia untuk dijadikan pangkalan. Pada medio Desember 1793 Le Meme sampai di Padang untuk mengibarkan bendera Tricolor sekaligus mengumandangkan lagu Marseillaise dan bercokol selama 16 hari (Asnan, 2007:3).

Di Padang, ia tidak bersikap bengis terhadap perempuan dan tidak mengganggu penduduk Padang, kecuali kepada para saudagar atau orang kaya yang pada waktu itu didominasi oleh non-bumiputera. Hal ini terlihat pada kewajiban semacam membayar upeti bagi seluruh penduduk Padang non-bumiputera sebesar 70.000 ringgit yang berhasil dinegosiasikan menjadi 25.000 ringgit (Amran, 1981:348).

Begitupun petualangan Luffy dari pulau ke pulau yang didatanginya. Ia tidak mengganggu penduduk pulau, malah berperang melawan penjahat yang ada di pulau tersebut. Selain itu Luffy juga terkesan tidak memiliki gairah terhadap perempuan, karena memang Luffy terlalu ditutupi ambisinya yang ingin menjadi raja bajak laut. Hal ini pula yang menjadi sisi humoris dari seorang bajak laut pria yang tidak ingin memenuhi hasrat kepada perempuan. 

Selain itu hampir semua penduduk di pulau yang didatangi Luffy dibuat kagum olehnya. Bahkan Luffy hampir selalu didapuk menjadi pahlawan di pulau yang didatanginya karena berhasil mengalahkan penjahat sekaligus membebaskan hidup masyarakat pulau tersebut. Kendati demikian Luffy sendiri tidak mau didapuk menjadi pahlawan yang kerap disandang oleh Angkatan Laut melainkan tetap mau dikenal sebagai bajak laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun