Mohon tunggu...
aditian wijaya
aditian wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - masih hidup dan berpikir

Di dunia yg pararel, menertawakan diri sendiri, bisa-bisanya masih hidup dan punya kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Silang Pendapat Banjir Bukan Berarti Membuka Luka Lama

6 Januari 2020   09:11 Diperbarui: 6 Januari 2020   09:18 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih ingat saat masih di sekolah ada teman yg belum pinta alias bodoh namun dia tidak mau di bilang bodoh? Enak skali buly mereka, karena rasanya menyenangkan menunjukan jawaban matematika atau pelajaran umum lainnya yg seringkali sangat simple di mata seorang yg bodoh.

Namun hal ini menjadi tidak sederhana saat ruang kelas berubah menjadi ruang digital. Umpan balik ttg kebenaran umum yang simple tidak lagi menjadi simple. Giliran yg berilmu akan di bully, krn di ruang digital, hakikatnya bukan ttg kebenaran (walaupun sifatnya umum) yg biasanya lantang, tp sebaliknya. 

Yg bodoh jumlahnya banyak (krn pasti akunnya diternak), didukung dgn sebuah kondisi yg memungkinkan orang membuly tanpa harus berhadapan lsg dgn yg di buly, menjadikan ruang digital sebagai ekosistem buly yg sempurna. Tidak penting benar, yg penting lantang. Lupakan tentang otoritas keilmuan atau pun keahlian, krn di ruang ini sedikit yg peduli.

Banjir kali ini kembali membawa perdebatan, semuanya bilang dirinya berilmu dan punya landasan sehingga akhirnya banyak tokoh bilang saling buly ini membuka kembali luka lama yg seharusnya kita sudah dlm tahap penyembuhan.

 Bung, ini bukan tentang terbukannya luka lama, ini tentang suatu ruang diskusi baru yg tidak ada moderasi di dalamnya, dimana yg berilmu dan tidak berilmu sama2 punya 1 suara. Kamu harapkan rekonsiliasi antara yg berilmu dan tidak berilmu bertemu dalam ruang ini? Mimpi siang bolong bung.

Ribut dan buly (dalam hal ini penyebab banjir) di ruang ini tidak tertahankan dan tidak akan pernah selesai. Hal ini karena tidak pernah ada kesepakatan ttg ukuran kuantitatif mengenai penanggulangan banjir yang seharusnya di lakukan bahkan tentang sejauh mana tanggung jawab Pusat dan Daerah pun akhirnya menjadi blur, tenggelam dalam Tweet dan post yg tiada henti diproduksi. 

Dalam penanggulangan banjir, definisi tidak banjir bukan artinya smua rumah bisa tidak tergenang air. Selalu ada batas toleransi yang disepakati dan batas ini akan terus berkurang di kemudian hari. 

Orang yg berpikir bahwa penanggulangan banjir adalah memastikan semua rumah tidak akan masuk air dr sedari awal proses penanggulangannya, adalah sekolompok orang hipokrit yangmemang tidak berniat untuk bekerja dan buat perubahan.

Namun ukuran ini memang dengan sengaja tidak pernah disepakati, agar ruang ini tetap menjadi no mans land, tidak boleh ada satu pihak yg terlihat dominan di ruang ini krn agar ruang inj slalu bisa menjadi ruang yg bisa berfungsi sbg jalan pintas bagi politikus yang ingin dpt instant publisitas dan elektabilitas. 

Dan karena inilah lah kita terus kembali ke ruang ini, bukan karena rasa penasaran tanpa ujung ya,  melainkan untuk "shopping" pendapat sealiran yg bisa dijadikan pembenaran, seringkali bukan untuk menjadi benar namun hanya agar terlihat pintar setidaknya walau hanya dlm pikiran.

Hal diatas (tidak adanya ukuran) menjadi bodoh kalau  merembes ke ruang nyata dimana orang bekerja dan dibayar untuk hasil nyata. Tidak ada lagi perdebatan dalam dunia nyata karena angka atau skor menjadi hakim yg adil, dia jembatani silang pendapat antara yg berilmu dan belum berilmu dia juga memberikan konteks sehingga mendikte kita untuk membuat batasan masalah sehingga tidak melebar kemana mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun