Mohon tunggu...
Adith Taqwa
Adith Taqwa Mohon Tunggu... MAHASISWA STAI AL-ANWAR

Prodi Perbandingan Madzab

Selanjutnya

Tutup

Hukum

mengapa penegakan hukum di indonesia dinilai kurang tegas?

10 Mei 2025   11:47 Diperbarui: 10 Mei 2025   11:47 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum adalah pilar utama dalam membangun peradaban suatu bangsa. Hukum berfungsi mengatur tata kehidupan masyarakat agar menghasilkan ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan. Dalam konteks negara demokratis seperti Indonesia, hukum semestinya dijalankan tanpa pandang bulu. Akan tetapi, kenyataannya di lapangan sering kali menunjukkan hal sebaliknya. Banyak masyarakat merasa bahwa hukum di Indonesia cenderung tidak ditegakkan secara tegas, bahkan terkesan pilih-pilih.

Berbagai kasus menunjukkan bahwa pelaku pelanggaran hukum dari kalangan menengah kebawah atau miskin sering kali dihukum berat, sementara pelaku dari kalangan elite justru mendapatkan perlakuan yang berbeda. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di pikiran masyarakat. Mengapa hukum di Indonesia tidak dijalankan secara teguh dan tegas? Tulisan ini mencoba untuk menganalisis permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan teori penegakan hukum dan memaparkan contoh konkret yang terjadi di masyarakat.

  • Landasan Teori

1. Teori Penegakan Hukum Oleh Satjipto Raharjo

Satjipto Rahardjo, seorang ahli hukum progresif Indonesia, menyatakan bahwa hukum tidak boleh dipandang sekadar sebagai kumpulan aturan yang kaku. Hukum harus diposisikan sebagai sarana untuk mencapai keadilan substantif, bukan hanya formalitas prosedural. Menurutnya, penegakan hukum yang terlalu menekankan pada teks undang-undang justru akan mengabaikan aspek kemanusiaan dan keadilan yang menjadi inti hukum itu sendiri

Satjipto menyebut bahwa hukum harus berpihak kepada manusia, bukan sekadar menjadi alat untuk menegakkan aturan. Oleh karena itu, Lembaga penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim harus mampu melihat konteks sosial dari pelanggaran hukum yang terjadi dan tidak hanya terpaku pada prosedur hukum yang kaku.

2. Konsep "Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas"

Ungkapan ini sudah sering didengar di telinga masyarakat Indonesia. Ungkapan tersebut menggambarkan ketimpangan dalam penegakan hukum di mana rakyat miskin diperlakukan keras dan tanpa toleransi, sementara para elite yang memiliki kekuasaan dan uang seringkali bisa menghindari jeratan hukum. Fenomena ini menunjukkan adanya perbedaan dalam perlakuan hukum, yang pada akhirnya merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum nasional.

Salah satu contoh konkret dari ketimpangan hukum adalah kasus pencurian 3 kakao dengan terdakwa Nenek Minah yang tertuang dalam Putusan No.247/PID.B/2009/PN.Pwt itu menjadi referensi Jaksa Agung ataupun Kapolri hingga menggaungkan penerapan restorative justice dalam berbagai kasus. Ia diproses secara hukum dan dihukum meskipun nilai barang yang diambil sangat kecil. Bandingkan dengan kasus korupsi dana bantuan sosial oleh pejabat negara yang merugikan negara miliaran rupiah, namun pelakunya mendapat keringanan hukuman bahkan pembebasan bersyarat.

Contoh lain adalah penangkapan aktivis atau warga yang menyuarakan kritik melalui media sosial dan dijerat dengan UU ITE. Banyak dari mereka dijadikan tersangka karena mengkritik pejabat publik, sementara ujaran kebencian dan hoaks yang dilakukan oleh tokoh tertentu dibiarkan tanpa proses hukum yang tegas. Ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia belum benar-benar menjadi pelindung keadilan, tetapi justru menjadi alat kekuasaan.

  • Penyebab Hukum Tidak Jelas

1. Korupsi dan Campur Tangan Politik

Salah satu faktor utama lemahnya penegakan hukum adalah korupsi yang mengakar di tubuh lembaga penegak hukum. Praktik suap untuk menghilangkan atau meringankan hukuman bukan lagi hal yang asing. Selain itu, intervensi dari pihak-pihak berkepentingan, seperti pejabat atau politisi, membuat proses hukum menjadi tidak independen.

2. Kurangnya Kejujuran Lembaga Penegak Hukum

Kejujuran aparat hukum sangat berperan dalam menegakkan keadilan. Sayangnya, banyak aparat yang justru menyalahgunakan kewenangannya demi keuntungan pribadi. Hal ini terlihat dari sejumlah kasus suap yang melibatkan hakim, jaksa, dan penyidik.

3. Aturan hukum yang kaku dan tidak sesuai dengan situasi nyata

Satjipto Rahardjo mengkritik penegakan hukum yang terlalu legalistik dan tidak mempertimbangkan konteks sosial. Contohnya, seseorang yang mencuri makanan karena kelaparan diperlakukan sama dengan pencuri karena motif kriminal. Ini menunjukkan bahwa hukum diterapkan secara formalistik, bukan substantif.

4. Lemahnya Lembaga Pengawasan

Lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan hingga kini masih menghadapi tantangan besar dalam hal pengawasan internal. Mekanisme kontrol yang seharusnya memastikan setiap tindakan aparat berjalan sesuai aturan, sering kali tidak berjalan efektif. Akibatnya, berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh oknum di dalam institusi justru dibiarkan begitu saja, tanpa penanganan yang serius.

Ketiadaan sistem terbuka terhadap penilaian dari masyarakat yang membuat ruang untuk penyalahgunaan wewenang semakin lebar. Masyarakat pun menjadi ragu-ragu, karena melihat banyak kasus pelanggaran etika atau hukum yang melibatkan aparat justru tidak mendapat hukuman yang setimpal. Jika situasi ini terus dibiarkan, bukan hanya kepercayaan masyarakat yang terkikis, tapi juga kepastian hukum itu sendiri.

  • Dampak Kurang Tegasnya Hukum

Ketika hukum tidak ditegakkan secara adil dan tegas, maka kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum akan menurun drastis. Masyarakat menjadi ragu dan tidak peduli terhadap upaya hukum, karena mereka merasa bahwa hukum hanya berlaku bagi rakyat kecil. Keadaan ini sangat berbahaya karena bisa memicu kesenjangan sosial dan tumbuhnya budaya main hakim sendiri.

Selain itu, lemahnya penegakan hukum juga berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Investor enggan menanamkan modalnya di negara yang sistem hukumnya tidak bisa menjamin kepastian dan perlindungan hukum. Dengan demikian, permasalahan ini bukan hanya menyangkut keadilan sosial, tetapi juga berdampak langsung terhadap kemajuan ekonomi bangsa.

Permasalahan ketidaktegasan hukum di Indonesia merupakan refleksi dari krisis dalam sistem hukum dan budaya hukum itu sendiri. Diperlukan langkah konkret untuk merombak lembaga hukum agar mampu menjalankan tugasnya secara adil dan profesional. Perubahan tidak hanya sekedar pada perubahan struktur, tetapi juga menyangkut pembentukan karakter dan kejujuran para penegak hukum.

Pendidikan hukum juga perlu diarahkan pada pembentukan kesadaran moral dan sosial, agar generasi penerus di bidang hukum tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki komitmen pada keadilan. Harapannya, hukum di Indonesia benar-benar dapat menjadi panglima dalam kehidupan bernegara, bukan sekadar alat kekuasaan atau formalitas prosedural saja.

Dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, Indonesia dapat membangun masyarakat yang lebih tertib,damai,dan sejahtera.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun