Abstrak
Penalaran bayani merupakan salah satu corak epistemologi dalam tradisi pemikiran Islam yang menempatkan teks suci, yaitu Al-Qur'an dan Hadis, sebagai sumber utama pengetahuan. Pola berpikir ini berkembang pesat terutama dalam disiplin ilmu fikih, usul fikih, dan tafsir, serta menjadi fondasi dalam penyusunan norma dan hukum Islam. Artikel ini menjelaskan pengertian, ciri-ciri, perkembangan historis, kelebihan, keterbatasan, serta relevansi penalaran bayani di era modern. Dengan menelusuri kontribusi tokoh-tokoh klasik seperti Imam Syafi'i hingga analisis kontemporer oleh Abid al-Jabiri, penalaran bayani dapat dipahami sebagai model epistemologi yang menjaga otoritas teks namun tetap memerlukan integrasi dengan pendekatan rasional (burhani) dan intuitif (irfani) agar lebih kontekstual.
Pendahuluan
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas asal-usul, struktur, dan validitas pengetahuan. Dalam tradisi Islam, epistemologi sering dikaitkan dengan upaya memahami bagaimana manusia memperoleh kebenaran dari wahyu, akal, maupun pengalaman batin. Salah satu model epistemologi yang mendapat perhatian besar adalah penalaran bayani.
Konsep ini dipopulerkan oleh Muhammad Abid al-Jabiri, seorang pemikir asal Maroko, yang mengklasifikasikan epistemologi Islam ke dalam tiga corak: bayani (tekstual), burhani (rasional), dan irfani (intuitif). Dari ketiganya, bayani menempati posisi penting karena berakar langsung pada kebutuhan umat Islam untuk memahami dan menerapkan ajaran agama melalui teks suci.
Pengertian Penalaran Bayani
Penalaran bayani adalah cara berpikir atau metode penalaran yang bertumpu pada teks, khususnya teks-teks suci dalam tradisi Islam seperti Al-Qur'an dan Hadis. Dalam penalaran ini, sumber utama kebenaran dianggap sudah ada dan lengkap dalam wahyu, sehingga tugas akal manusia adalah memahami, menafsirkan, serta menjelaskan makna dari teks tersebut.
Ciri khas penalaran bayani adalah menekankan otoritas teks. Logika dan akal tidak dipakai untuk menciptakan kebenaran baru, melainkan hanya untuk menyingkap dan menafsirkan apa yang sudah ada dalam nash (teks). Karena itu, penalaran ini banyak dipakai dalam bidang hukum Islam (fikih), tafsir, dan ilmu kalam.
Dengan kata lain, penalaran bayani memandang teks suci sebagai dasar pengetahuan, dan akal manusia berfungsi sebagai alat bantu untuk memahami dan menguraikan isi teks agar bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Secara bahasa, bayani berasal dari kata bayan yang berarti penjelasan atau keterangan. Dalam epistemologi Islam, penalaran bayani adalah corak berpikir yang berpusat pada teks (Al-Qur'an dan Hadis) sebagai sumber utama pengetahuan. Akal berfungsi sekadar sebagai alat bantu untuk memahami makna teks, bukan sebagai sumber kebenaran yang berdiri sendiri.
Dengan demikian, penalaran bayani dapat disebut sebagai epistemologi tekstual atau normatif, karena lebih menekankan aturan, dalil, dan ketentuan hukum. Corak berpikir ini banyak digunakan dalam bidang fikih, usul fikih, tafsir, dan ilmu kalam.