Di tengah luasnya Danau Melintang seluas 11.000 hektar di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, terdapat sebuah permukiman yang menantang imajinasi.
Ya, Desa Muara Enggelam, sebuah desa tanpa daratan yang sepenuhnya mengapung di atas air. Dengan populasi sekitar 747 jiwa, desa ini bukan hanya sebuah anomali geografis, tetapi juga simbol ketangguhan manusia, harmoni dengan alam, dan kekayaan budaya lokal yang patut dirayakan.
Melalui kehidupan masyarakatnya yang unik, Muara Enggelam menawarkan cerminan tentang bagaimana manusia dapat hidup selaras dengan lingkungan, sekaligus mengajak kita merenungkan makna kemajuan di era modern yang penuh kontradiksi.
Akar Sejarah dan Legenda Lokal
Sejarah Desa Muara Enggelam, meskipun tidak terdokumentasi secara lengkap dalam arsip resmi, diwarnai oleh cerita rakyat yang memberikan nuansa mistis sekaligus romantis.
Menurut legenda yang diwariskan, asal-usul desa ini berpangkal pada sebuah misi yang diberikan oleh seorang Sultan kepada para pangeran untuk mencari kayu terbaik guna membangun masjid.
Dalam perjalanan mereka di Danau Melintang, para pangeran bertemu dengan makhluk penunggu danau, yang konon menjadi titik awal pembentukan komunitas di wilayah ini.
Entah benar atau tidak, cerita ini mencerminkan hubungan erat masyarakat setempat dengan lingkungan air, yang menjadi inti kehidupan mereka hingga kini.
Penduduk awal Muara Enggelam diyakini telah beradaptasi dengan lingkungan danau selama beberapa generasi. Mereka membangun rumah-rumah panggung yang mengapung di atas air, menggunakan perahu ketinting sebagai alat transportasi utama, dan mengembangkan sistem pertanian unik di ladang terapung.
Kehidupan ini bukan sekadar respons terhadap ketiadaan daratan, tetapi juga wujud kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia tanpa merusak ekosistem danau.
Dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan, petani ladang terapung, dan pengrajin, masyarakat Muara Enggelam telah menciptakan ekosistem sosial ekonomi yang mandiri, meski terisolasi dari pusat-pusat urban.