Belasan tahun lalu, ketika masih kuliah di Surabaya, saya kerap mampir ke warung kopi untuk menikmati secangkir kopi tubruk. Sederhana saja, hanya kopi hitam dengan aroma khas yang bisa langsung saya seruput tanpa banyak embel-embel. Budaya ngopi di warung kopi seperti ini tidak begitu marak di Mataram, ada tetapi jumlahnya tidak banyak. Justru yang berkembang pesat adalah kafe-kafe kopi, baik brand lokal, nasional, maupun internasional, yang menawarkan berbagai promo dan pengalaman unik bagi konsumennya.
Saat ini, minum kopi bukan sekadar menikmati larutan hitam yang dicecap lidah, melainkan juga menciptakan kesan dan pengalaman tersendiri di benak dan hati konsumen. Salah satu contoh nyata dari strategi brand identification yang banyak diterapkan oleh kedai kopi modern adalah dengan mencantumkan nama pelanggan pada cup minuman yang mereka pesan. Ini bukan sekadar trik pemasaran biasa, melainkan sebuah upaya menciptakan ikatan personal antara konsumen dengan produk yang mereka konsumsi.
Brand identification adalah serangkaian asosiasi unik yang diciptakan oleh para perancang strategi merek. Asosiasi ini mencerminkan posisi suatu merek dan merupakan janji yang diberikan kepada pelanggan oleh organisasi pemilik merek tersebut (Kotler & Keller, 2006). Brand identification membantu memperkuat hubungan antara merek dan pelanggan melalui proposisi nilai yang mencakup manfaat fungsional, manfaat emosional, atau ekspresi diri.
Identifikasi terhadap merek muncul karena persepsi konsumen mengenai keselarasan citra merek dengan citra dirinya sendiri. Konsep ini berakar pada teori identitas sosial, yang banyak digunakan dalam berbagai disiplin ilmu (Kuenzel & Halliday, 2010). Ketika konsumen merasa bahwa suatu merek merepresentasikan dirinya, mereka cenderung memiliki keterikatan lebih kuat terhadap merek tersebut.
Lebih lanjut, Ghodeswar (2008) mendefinisikan brand identification sebagai sekumpulan asosiasi merek unik yang membantu mempertahankan strategi pemasaran suatu merek. Konsumen yang memiliki brand identification yang kuat akan lebih mungkin untuk terlibat dalam aktivitas pro-merek, seperti mendukung tujuan perusahaan, melindungi reputasi merek, serta menunjukkan loyalitas terhadap produk dan merek tersebut (Sallam, 2015).
Personalisasi produk, seperti menuliskan nama pelanggan di kemasan minuman, adalah salah satu strategi yang efektif dalam membangun brand identification. Dengan cara ini, konsumen merasakan bahwa produk tersebut bukan sekadar barang yang mereka beli, tetapi juga bagian dari identitas mereka. Mereka merasa bahwa merek memahami dan mengenali mereka secara pribadi.
Ketika konsumen dan produk memiliki irisan yang semakin besar, dorongan untuk membeli kembali atau bahkan menyebarkan informasi tentang produk tersebut semakin tinggi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa brand identification berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty. Konsumen yang merasa terikat dengan suatu merek cenderung menjadi pelanggan setia dan bahkan secara sukarela mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.
Dalam lanskap bisnis yang semakin kompetitif, menciptakan ikatan emosional dengan konsumen melalui brand identification menjadi langkah strategis yang tak bisa diabaikan. Dengan pendekatan yang tepat, seperti personalisasi produk, brand dapat membentuk pengalaman yang lebih mendalam bagi konsumennya. Akhirnya, tujuan utama dari brand identification adalah membangun rasa kepemilikan di benak konsumen, sehingga mereka tidak hanya sekadar menggunakan produk, tetapi juga merasa menjadi bagian dari merek tersebut. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI