Mohon tunggu...
Adip Habibi
Adip Habibi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggaungkan Pendidikan Afektif

30 April 2017   01:14 Diperbarui: 30 April 2017   02:30 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbagai kebijakan pemerintah terkait pendidikan memang perlu kita apresiasi sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sangat banyak kebijakan yang silih berganti mengisi panggung pendidikan nasional baik pada era kemerdekaan maupun era revormasi. Satu titik yang cukup penting dalam pendidikan yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama adalah permasalahan etika,, hal ini diiringi dengan terus merosotnya etika generasi muda sehingga budaya sopan santun khas Nusantara yang telah lama melekat pada bangsa ini mulai memudar . Penyimpangan dan degradasi akhlak yang terjadi pada kebanyakan manusia terjadi karena rendahnya iman seseorang, lingkungan yang buruk, serta gencarya media sehingga infomasi apapun dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat tanpa ada filter yang paten. Sikap sekelompok umat islam yang cenderung eksklusif mengenai isu syara’ akhir-akhir ini adalah salah satu bukti pentingnya penanaman nilai-nilai afektif sejak dini.
Afektif adalah ranah yang secara keseluruhan berkaitan dengan perasaan seperti moral, nilai, perasaan, dan sikap. Imam al-Ghazali dalam buku tipis-nya ayyuha al-walad yang merupakan buah karya-nya yang berisi nasehat-nasehat kepada muridnya yang sedang dalam proses belajar, menegaskan pentingnya perkembangan emosional, moral, sosial, spiritual dan estetika. Dalam buku tersebut al-Ghazali berusaha menggali fitrah manusia sebagai makhluk yang cinta akan kebaikan. Al-Ghazali membagi maqolahnya menjadi dua bagian yaitu mendorong anak untuk berbuat kebaikan dan mencegah anak untuk melakukan keburukan. Satu hal yang menarik dari buku tersebut adalah bagaimana al-Ghazali menggiring pembaca dengan pendekatan reward and punishment untuk senantiasa melakukan perbuatan terpuji dan meninggalkan perbuatan tercela disertai alasan-alasan yang logis yang diambil dari ayat-ayat al-Quran. Selain itu Ia juga menyertakan cerita-cerita para ulama’ yang dapat dijadikan pelajaran bagi pembaca.
Menengok ke Pesantren
Sebagai lembaga pendidkan tertua di negeri ini, pesantren memiliki peran yang sangat besar dalam mencetak generasi ulama’. Keberadannya di negeri ini bukanlah sesuatu yang langka mengingat dengan mudahnya kita dapat menemukan pesantren di setiap sudut kota. Pesantren telah sukses dan konsisten mencetak kader ulama’ militan dan berkepribadian khas wong nusantara unggah ungguh tata krama watak andap asor ngajeni wong liya adhedhasar lantiping sasmito dan lain sebagainya. Sebagai masyarakat yang mendalami agama secara khusus, kaum santri belum pernah tercatat oleh sejarah sebagai oknum yang terlibat kasus kekerasan atas nama agama apapun bentuknya. Santri cenderung bersikap inklusif terhadap berbagai isu syara’ terlebih mengenai kasus dugaan penistaan agama yang berkembang belakangan ini. Hal ini merupakan salah satu bukti keberhasilan pesantren dalam melasanakan pendidikan agama. Pesantren memandang agama tidak hanya dari satu perspektif sudut pandang seperti apa yang dilakukan beberapa ormas islam yang hanya menganggap agama hanyalah fikih belaka. Pemahaman islam pesantren lebih koprehensif dan menyeluruh dengan tambahan porsi yang cukup besar terkait ranah afeksi(tasawuf). Kita dapat menengok sebagian besar pesantren di negara ini mengkaji kitab Ayyuha al-walad sebagai kitab dasar dalam pendidikan afeksi Yang walhasil sukses mengembangkan aspek rasa para sanri yang berimplikasi pada sikap, perilaku dan tindak-tanduk mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan Pendidikan Era Modern
Derasnya arus modernisasi yang mengarah pada tidak terbendungnya pengaruh westernisasi dan radikalisasi agama, menuntut pendidikan khususnya pendidikan agama islam menjadi garda terdepan dalam membendung dua arus besar tersebut. Pendidikan agama dituntut menjadi benteng pertahanan terakhir untuk melindungi moral segenap anak bangsa dan menyelamatkan masa depan mereka. Oleh karenanya, pendidikan afeksi merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh para guru dan pemegang kebijakan pendidikan khususnya pendidikan agama islam mengingat semakin mendesaknya kebutuhan akan hal itu. Sebuah keniscahyaan untuk menengok ke pesantren bagaimana para kyai mendidik santri dengan perhatian yang besar pada ranah ini. Melihat metode, strategi, pendekatan ataupun referensi pesantren untuk kemudian diolah dengan sedemikian rupa untuk diterapkan pada Sekolah-Madrasah formal kami rasa sangat relevan dan efektif sebagai jawaban atas krisis moral dan penanaman dini revolusi mental.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun